PEMPROV NTB MOTIVASI PETANI KEMBANGKAN CENGKEH

id

          Mataram, 21/6 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui dinas teknis terkait terus berupaya memotivasi petani untuk mengembangkan tanaman cengkeh karena Pulau Lombok merupakan daerah potensial komoditi tersebut.

         Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB, Ir. H. L. Mawarir Haikal, MM, di Mataram, Minggu, mengatakan, penyuluh perkebunan yang menyebar di berbagai lokasi telah diminta untuk terus memotivasi petani mengembangkan cengkeh.

         "Upaya itu merupakan tindaklanjut dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur NTB dengan Direktur PT Shadana Arifnusa, tanggal 20 Mei lalu," ujarnya.

         Nota kesepahaman itu ditandatangani Gubernur NTB, KH. M. Zainul Majdi dan Direktur PT Shadana Arifnusa, Soenaryo Sampoerno, di hadapan pimpinan DPRD NTB dan para pejabat di lingkup Pemprov NTB.

         Menurut Haikal, petani berpeluang meningkatkan pendapatan melalui pengembangan dalam jumlah besar karena sudah ada perusahaan yang bersedia menampung hasil usahanya.

         Ia berharap, jalinan kerjasama Pemprov NTB dengan PT Shadana Arifnusa itu makin memotivasi petani NTB untuk membudidayakan cengkeh selain komoditi unggulan lainnya.

         "Sekarang ini pengembangan tanaman cengkeh di wilayah NTB belum menunjukkan keberhasilan yang signifikan sehingga diperlukan perubahan pola pembudidayaan dan penanganan yang efektif, dan kerjasama dengan perusahaan industri cengkeh itu merupakan terobosan menuju kesejahteraan petani cengkeh," ujarnya.

         Data versi Dinas Perkebunan NTB, tanaman cengkeh banyak terdapat di kabupaten Lombok Barat namun pengembangannya masih tegrolong lambat karena harga cengkeh yang sering berfluktuasi dan tidak semua lahan dapat ditanami cengkeh.

         Luas tanaman cengkeh di wilayah NTB baru mencapai 1.421,52 ha dengan produksi totalnya 329,48 ton per tahun.

         Cengkeh produk NTB umumnya untuk ramuan rokok kretek sebagaimana produk cengkeh dari daerah lainnya. 

    Haikal menambahkan, tanaman cengkeh pernah mencapai masa kejayaan di era tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an, dan saat itu hampir semua daerah di Indonesia berlomba-lomba mengembangkan cengkeh, termasuk NTB. 

    Saat itu, harga cengkeh relatif mahal sehingga petani tergiur untuk mendapatkan hasil yang memadai, sehingga produksi cengkeh dari berbagai daerah melimpah dan berdampak pada penurunan harga.

         Upaya yang pernah ditempuh Badan Penyanggah Cengkeh untuk menstabilkan harga cengkeh akibat kelebihan produksi itu yakni memusnahkan sebagian cengkeh dan kebun cengkeh di berbagai daerah penghasil cengkeh diganti dengan komoditas lain.

         "Karena itulah di masa kini kebun cengkeh menjadi langka, namun perlu dikembangkan lagi karena sudah ada perusahaan industri yang bersedia menampung cengkeh NTB dalam jumlah besar," ujarnya.(*)