Merger TikTok-Tokopedia tak untungkan UMKM Indonesia

id TikTok Tokopedia,Kemenkop UKM,impor ilegal

Merger TikTok-Tokopedia tak untungkan UMKM Indonesia

Foto arsip - Seorang pedagang akan memulai live TikTok Shop di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Kamis (4/1/2024). ANTARA FOTO/Rina Nur Anggraini/sgd/foc.

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan UKM menilai penggabungan TikTok dan Tokopedia, yang telah berlangsung sejak Januari 2024, tak menguntungkan UMKM Indonesia karena nyatanya produk-produk yang dijual di dalam platform e-commerce tersebut masih didominasi impor.

Direktur Utama Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM atau Smesco Indonesia Wientor Rah Mada mengatakan akuisisi Tokopedia oleh TikTok hanya menguntungkan para pemegang saham.

Terjadi perubahan besar dalam struktur kepemilikan Tokopedia. Platform media sosial asal China TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance, telah mengakuisisi sebagian besar saham Tokopedia. Dengan demikian, TikTok kini menjadi pemegang saham mayoritas di Tokopedia, dengan kepemilikan saham 75,01 persen.

“Apakah negara ini mendapatkan keuntungan (dengan merger tersebut)? Tidak. Apakah UMKM mendapatkan keuntungan? Cuma ada satu program yang sampai saat ini berjalan, yaitu program Beli Lokal, tetapi isinya ada yang bukan produk lokal,” ucap Wientor dalam diskusi media di Jakarta, Selasa.

Akuisisi Tokopedia oleh TikTok juga dinilai merugikan SDM Indonesia, menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 450 karyawan lokal dari perusahaan tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM, Fiki Satari, mengatakan bahwa sebelum diakuisisi oleh TikTok, Tokopedia merupakan platform e-commerce domestik terbaik yang sangat aktif mempromosikan produk-produk lokal.

Namun, setelah merger, terjadi pergeseran fokus yang ditandai dengan maraknya praktik penjualan dengan harga yang sangat rendah (predatory pricing) dan peningkatan jumlah produk impor yang ditawarkan.

Fiki menyebut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 sebetulnya telah mewajibkan platform e-commerce untuk mencantumkan nomor impor resmi pada produk impor yang dijual. Namun, dalam praktiknya, banyak penjual yang tidak mematuhi ketentuan tersebut dan mencari cara untuk mengakali sistem.

“Ini menjadi PR … Kami berharap ke depan harus ada komite khusus yang memang dibuat sehingga publik bisa melaporkan apabila ada satu platform yang ketahuan tidak mengikuti aturan tersebut bisa diberikan sanksi,” tuturnya.

Baca juga: OJK NTB apresiasi Bank Dinar peduli UMKM
Baca juga: Hipmi harapkan skema pembiayaan pengusaha menengah Rp100 miliar


Kemenkop UKM mencatat, hingga Desember 2023, sekitar 25 juta pelaku UMKM sudah hadir pada platform e-commerce.

Di sisi lain, Data Institute for Development of Economic and Finance (Indef) pada 2023 menyatakan bahwa sebagian besar pelaku UMKM yang ada di e-commerce adalah reseller yang menjual produk-produk impor, terutama barang habis pakai atau consumer goods. Adapun 74 persen barang yang dijual di e-commerce merupakan barang impor.