Hipmi harapkan skema pembiayaan pengusaha menengah Rp100 miliar

id Hipmi,UMKM,pengusaha,industri

Hipmi harapkan skema pembiayaan pengusaha menengah Rp100 miliar

Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira (kiri), Founder & Group CEO Baba Rafi Enterprise Hendy Setiono (kanan) dalam sharing discussion dengan tema 'Mengurai Pekerjaan Rumah Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk Memberdayakan dan Mengembangkan UMKM' di Jakarta, Kamis malam (25/7/2024). ANTARA/Harianto

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira berharap adanya skema pembiayaan hingga Rp100 miliar untuk pelaku usaha menengah, guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat peran UMKM dalam perekonomian nasional.
 

"Yang menjadi PR bagaimana pembiayaan di pengusaha pengusaha kecil dan menengah, yang kira-kira mereka butuh Rp5 miliar sampai Rp100 miliar. Itu kan belum ada skema yang khusus, kalau bisa memang harus ada subsidi bunga di industri yang seperti itu, sehingga mereka bisa kompetitif," kata Anggawira di Jakarta, Kamis.

Anggawira dalam sharing discussion dengan tema 'Mengurai Pekerjaan Rumah Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk Memberdayakan dan Mengembangkan UMKM' di Jakarta, mengakui bahwa pembiayaan untuk pelaku usaha mikro telah banyak melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), ataupun Permodalan Nasional Madani (PNM).

Namun, ia menyoroti skema pembiayaan bagi pelaku usaha menengah yang membutuhkan biaya hingga 100 miliar agar lebih kompetitif.

"Jadi sebenarnya kalau untuk ke level mikro pemerintah sudah banyak, cuma yang ke kecil dan menengah perlu ada suatu stimulus yang jelas, bagaimana misalnya stimulus perbankan untuk kredit di atas Rp5 miliar sampai Rp100 miliar," ujarnya.

Ia menyampaikan bahwa dengan pembiayaan tersebut, maka bukan lagi berbicara soal pedagang kecil tetapi lebih kepada skala atau level industrialisasi.

"Yang subsidi bunga itu rata-rata di bawah Rp1 miliar, tapi kalau mau bicara industrialisasi harus di level seperti itu (pembiayaan Rp5-100 miliar) sehingga ketika ada kompetitor lain masuk, kita bisa bersaing," jelasnya.

Menurut dia, dengan adanya skema pembiayaan tersebut maka tidak akan ada lagi istilah "pengusaha terkena stunting" atau tidak berkembang.

"Bisnisnya boleh dibilang sudah 10 tahun mungkin omzetnya begitu-begitu aja, apakah memang kesalahan mereka yang enggak berinovasi atau memang ekosistem nya enggak mendukung. Ini kan harus dicari akar persoalannya," ungkap Anggawira.

Menurut dia, saat ini sektor jasa masih mendominasi dunia usaha. Oleh karena itu, Anggawira berharap dengan adanya skema pembiayaan tersebut, pengusaha-pengusaha baru berbasis industri terutama di bidang pertanian dan perikanan dapat dilahirkan.

Inovasi di bidang tersebut sangat diperlukan karena Indonesia kaya akan sumber daya alam. Keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki, seperti laut yang luas, panjang pantai yang signifikan, dan keanekaragaman hayati yang luar biasa, sering kali tidak dikelola dengan baik. Menurutnya, potensi itu seharusnya tidak diabaikan dan perlu diimprovisasi serta dikelola dengan lebih baik.

Jika usaha itu ditekuni dengan baik, banyak inovasi akan lahir. Ketika inovasi berjalan lancar, usaha tersebut akan naik tingkatnya menjadi produksi massal. Produksi massal ini berarti usaha tersebut telah menjadi industri yang signifikan.

Baca juga: Program makan bergizi tumbuhkan agro industri di perdesaan
Baca juga: BPP Hipmi komitmen mendukung keberlanjutan pembangunan IKN

Sementara itu, Founder & Group CEO Baba Rafi Enterprise Hendy Setiono berharap program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan pemerintah saat ini dapat lebih dioptimalkan.

Hendy yang juga merupakan Wakil Ketua Hubungan Internasional dan Ekonomi Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) itu mengatakan bahwa Program KUR itu mencakup pembiayaan mulai dari modal kecil hingga limit Rp500 juta.

Namun, pada praktiknya, penyaluran KUR yang masih mengandalkan institusi perbankan membuat tata kelola yang ketat sebelum kredit dapat dicairkan.

Menurut dia, KUR saat ini masih membutuhkan kolateral atau jaminan untuk pencairannya, sehingga pelaku usaha yang terbatas secara kolateral belum sepenuhnya terbantu.

Dia mengakui bahwa Program KUR yang ada sebenarnya sudah cukup baik, tetapi dia berharap agar di pemerintahan baru dapat lebih dipermudah persyaratannya, terutama bagi pengusaha pemula yang ingin melakukan ekspansi bisnis.

Pemudahan persyaratan, lanjut Hendy, seperti pengurangan ketentuan kolateral dan masa usaha, diharapkan dapat membantu para pengusaha baru untuk mengambil fasilitas KUR sebagai bentuk permodalan mereka.

"Hal ini penting agar teman-teman yang baru mau berkembang bisa lebih mudah mendapatkan dukungan permodalan yang mereka butuhkan," kata Hendy.