Mataram (Antara) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan dari 8.336 tempat pemungutan suara (TPS) di provinsi itu, sebanyak 2.909 di antaranya rawan kecurangan.
"Kalau dipersentasekan sebesar 35 persen dari total TPS yang tersebar di Provinsi NTB rawan," kata Ketua Bawaslu NTB Muhammad Khuwailid terkait hasil pemetaan TPS rawan se-NTB di Mataram.
Ia merincikan TPS rawan ini tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB. Di kota Mataram ada 227 TPS rawan dari total 667 TPS, Kabupaten Lombok Barat 519 rawan dari total 1.180 TPS, Kabupaten Lombok Utara 138 rawan dari totsl 518 TPS, Kabupaten Lombok Tengah 266 rawan dari total 1.500 TPS.
Kabupaten Lombok Timur 782 rawan dari total 2.017 TPS, Kabupaten Sumbawa Barat 95 rawan dari total 193 TPS, Kabupaten Sumbawa 228 rawan dari total 861 TPS, Kabupaten Dompu 87 rawan dari total TPS sebanyak 458, Kota Bima 173 rawan dari total 249 TPS, Kabupaten Bima 396 rawan dari total 693 TPS.
Penetapan TPS rawan ini, menurut Khuwailid didasari atas enam variabel penilaian dan 15 indikator kerawanan. Enam variabel kerawanan itu berkaitan dengan akurasi daftar pemilih, penggunaan hak pilih, politik uang, netralitas KPPS, pemungutan suara, dan kampanye.
Sementara 15 klasifikasi indikator kerawanan di antaranya praktik pemberian uang atau materi lainnya, relawan bayaran, KPPS mendukung pasangan calon tertentu, C6 tidak didistribusikan kepada pemilih, TPS di dekat posko pasangan calon, KPPS tidak mengikuti Bimtek, ketersediaan logistik, praktik memengaruhi pemilih dan menghasut dengan isu SARA.
Khuwailid, mengatakan secara umum berdasarkan variabel kontestasi yang didasari hasil penelitian Bawaslu RI terkait indeks kerawanan pemilihan yang dilakukan di awal pelaksanaan Pilkada NTB tahun 2018 didapatkan hasil bahwa secara umum indeks kerawanan Pilkada di NTB rendah.
"Akan tetapi dari beberapa variabel dan indikator yang disebutkan tadi itu, justru indeks kerawanan Provinsi NTB berada pada grade yang tinggi," katanya.
Penetapan TPS rawan ini sebagai suatu upaya Bawaslu untuk mengukur tingkat kesiapan dalam proses pelaksanaan Pilkada agar ada langkah pencegahan yang jelas dan terukur dalam menghindari potensi terjadinya permasalahan Pilkada.
"Dan ini sesungguhnya memudahkan bagi penyelenggara untuk melakukan langkah antisipatif dalam mengatasi setiap problem yang muncul," tegasnya.
Ia melanjutkan salah satu upaya Bawaslu NTB dalam melakukan pengawasan pelaksanaan Pilkada 2018 adalah dengan mengajak beberapa Organisasi Kepemudaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemahasiswaan dan Masyarakat Adat untuk melakukan pengawasan bersama Bawaslu. (*)