Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mengatakan bangga menerima laporan tindak kekerasan anak dan perempuan yang dilakukan oleh masyarakat di kota itu.
"Semakin banyak kami terima laporan kekerasan anak bukan berarti buruk, sebaliknya kami harus bangga karena ini bukti masyarakat berani bersuara," kata Kepala DP3A Kota Mataram Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Senin.
Hal tersebut disampaikan menyikapi laporan tindak kekerasan anak dan perempuan yang ditangani saat ini sebanyak 50 kasus. Dari jumlah itu sebanyak 30 kasus merupakan laporan tindak kekerasan anak dan sisanya tindak kekerasan perempuan.
Baca juga: Sebanyak 50 kasus kekerasan anak dan perempuan terjadi di Mataram
Dengan melihat jumlah itu, tidak membuat pihaknya malu dan minder, justru sebaliknya senang karena masyarakat berani dan mau bersuara melaporkan kasus-kasus tersebut.
"Kalau masyarakat hanya diam dan tidak melapor, maka tindak kekerasan bisa terus terjadi karena pelaku tidak mendapatkan hukum yang setimpal," katanya.
Laporan tindak kekerasan anak juga menjadi bagian pemenuhan hak-hak anak untuk mewujudkan Mataram sebagai Kota Layak Anak (KLA).
"Kalau korban cepat kami tangani, maka pemulihan terhadap luka, trauma, dan dampak lainnya bisa cepat diobati," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, ketika masyarakat berani melapor tindak kekerasan anak seperti pencabulan, kekerasan seksual, penelantaran anak, perundungan (bullying), dan lainnya, DP3A Kota Mataram bisa melakukan tindak lanjut.
Baca juga: DP3A edukasi kepala lingkungan manajemen kasus kekerasan di Mataram
Laporan masyarakat akan menjadi acuan untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait termasuk dari Kepolisian, sehingga pelaku akan dikenakan hukuman sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku.
"Kalau masyarakat diam, kita tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.
Sementara anak sebagai korban bisa saja mengalami stres, trauma, bahkan hingga bunuh diri. Padahal mereka masih punya harapan hidup ke depan yang panjang dan lebih baik.
"Jangankan masalah kekerasan, kasus bullying saja ada yang sampai mau bunuh diri dan kami lakukan pendampingan psikolog hampir satu tahun baru anak bisa pulih dari trauma bullying," katanya.
Baca juga: DP3A Mataram dampingi rehabilitasi pemandu karaoke di bawah umur
Untuk itu Dewi mengajak masyarakat di kota itu agar sama-sama berani bicara dan melapor ketika menjadi korban atau menemukan indikasi kekerasan anak dan perempuan di sekitarnya.
Peran serta orang tua, keluarga, dan masyarakat sangat penting, sebab pemerintah tidak bisa menindaklanjuti kasus tanpa ada laporan dari orang tua atau warga.
"Dengan kami membantu penanganan kasus kekerasan anak, diharapkan mereka dapat kembali ke tengah masyarakat dengan semangat baru, bisa lebih produktif dan mampu bersaing di dunia global," katanya.
Baca juga: Tercatat! 54 kasus kekerasan perempuan dan anak di Mataram sepanjang 2023