Sudenom bayar uang pengganti kerugian negara Rp117 juta

id Sudenom,Tersangka Pungli,Disdik Mataram,Kejari Mataram

Sudenom bayar uang pengganti kerugian negara Rp117 juta

ilustrasi (foto Antara)

Tersangka menyerahkan uang pengganti Rp56 juta. Sisanya akan dibayarkan selanjutnya, sudah ada surat pernyataan
Mataram (Antaranews NTB) - Tersangka kasus pungutan liar (pungli) di lingkup Dinas Pendidikan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sudenom, membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp117 juta dan telah disetor sebanyak Rp56 juta.

Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumadana di Mataram, Jumat, mengatakan, uang pengganti yang diserahkan tersangka pungli pada 2017 tersebut didampingi oleh pengacaranya pada Rabu (21/11) lalu.

"Dengan didampingi pengacaranya Rabu kemarin, tersangka menyerahkan uang pengganti Rp56 juta. Sisanya akan dibayarkan selanjutnya, sudah ada surat pernyataan," kata Sumadana.

Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari tim penyidik jaksa, jumlah pungutan yang disangkakan kepada mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram tersebut sebanyak Rp117 juta.

Nominalnya didapatkan dari rangkaian penyidikan yang dilakukan tim penyidik jaksa. Bukti dokumen seperti nota penyerahan dari 60 kepala SD dan SMP se-Kota Mataram menjadi dasar munculnya nominal pungutan.

Besar pungutan yang dilakukan tanpa didasari aturan pemerintah tersebut berbeda-beda. Mulai dari angka Rp500 ribu sampai Rp5 juta.

Dalam upayanya, Sudenom dibantu bawahannya, H Tahir. Dasar pungutan tersebut, jelasnya, untuk keperluan pribadi dari tersangka, salah satunya pengobatan.

"Untuk pengobatan, untuk jalan-jalan, untuk operasional," ujar mantan penyidik lembaga antirasuah tersebut.

Mochtar, pengacara Sudenom, menyampaikan bahwa kliennya ini memang sedang sakit dan menjalani perawatan medis hingga ke Jakarta.

Dengan latar belakang kesehatan fisik yang kurang bagus itu kemudian kliennya dikatakan melakukan pungutan dari kepala sekolah.

"Jadi memang benar Pak Sudenom menerima uang. Nanti soal bagaimananya, itu di persidangan saja kita buktikan," kata Mochtar.

Ketika disinggung soal adanya ancaman mutasi bagi kepala sekolah yang tidak melakukan penyetoran uang, Mochtar membantahnya. Begitu juga dengan janji kenaikan jabatan bila memberikan setoran yang lebih besar.

"Mungkin dia kekurangan dana. Tapi tidak ada ancaman, tidak ada iming-iming. Sistemnya pinjam, dikumpulkan di kepala bidang dan tidak pernah minta, tapi dia menerima," ujarnya.

Mantan Kepala Disdik Kota Mataram tersebut ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pidana Pasal 5 dan atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 30/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saat ini perkaranya telah dinyatakan lengkap atau P21 dan penanganannya sudah menjadi tanggungan jaksa penuntut umum.

Berkas dari tersangka yang telah menjadi tahanan kota karena mengidap sakit jantung dan stroke ini akan segera diadili di pengadilan.

Rencananya sebelum akhir November 2018, berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram. (*)