Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa pihaknya berencana membentuk Undang-Undang Politik dengan menggunakan metode Omnibus Law.
"Kami sedang berikhtiar menghadirkan Omnibus Law Undang-Undang Politik," kata Rifqinizamy dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan sejumlah penjabat kepala daerah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Dia menuturkan bahwa nantinya undang-undang tersebut terdiri dari peraturan perundangan terkait partai politik hingga kepemiluan.
"Di dalamnya terdiri dari Undang-Undang Pemilu; Undang-Undang Partai Politik; Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Undang-Undang Pilkada, dan ketentuan-ketentuan terkait dengan sengketa pemilihan umum yang sekarang terserak dan belum ada Kitab Undang-Undang Hukum Acara-nya," tuturnya.
Penyusunan undang-undang tersebut dimaksudkan agar memberikan kepastian hukum serta membuat sistem politik dan pemilu di tanah air tidak merugikan banyak pihak.
Ditemui usai rapat, dia mengatakan bahwa Komisi II DPR RI bakal memakai metode pengusulan undang-undang secara bertahap, sebagaimana yang telah disepakati dengan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Baca juga: ICW menilai pengesahan RUU Perampasan Aset butuh langkah konkret DPR
"Ini yang akan kami selesaikan (lebih dulu), revisi Undang-Undang ASN (Aparatur Sipil Negara) karena ini soal bicara netralitas macam-macam. Kita selesaikan itu. Itu selesai, mudah-mudahan masa sidang depan selesai satu (undang-undang), masa sidang berikutnya masuk pada pembahasan Omnibus Law," ujarnya.
Dia lantas berkata, "Karena saya yakin kalau undang-undang Omnibus Law itu tidak akan selesai satu, dua, masa sidang."
Baca juga: DPR ingatkan pemda jaga integritas selama tahapan pilkada
Sebelumnya, Jumat (15/11), Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menuturkan komisinya berencana untuk membentuk aturan perundangan yang menggabungkan undang-undang kepemiluan dengan undang-undang pilkada.
"Kami kan di Komisi II itu ada berpikir karena sudah tidak ada lagi beda rezim pemilu dan pilkada, semuanya menjadi rezim pemilu atas keputusan MK juga. Kami terpikir di Komisi II itu untuk membuat undang-undang pemilu dengan memasukkan undang-undang pilkada di dalamnya sehingga satu saja undang-undang pemilu," kata dia.