Penahanan tersangka pelecehan seksual oleh tunadaksa di Mataram diperpanjang

id penyandang disabilitas, agus buntung, perpanjangan penahanan,tahanan rumah, tunadaksa, polda ntb,disabilitas tunadaksa,pelecehan seksual

Penahanan tersangka pelecehan seksual oleh tunadaksa di Mataram diperpanjang

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat memperpanjang masa penahanan tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berinisial IWAS yang merupakan seorang penyandang disabilitas tunadaksa.

"Jadi, tersangka IWAS ini berstatus tahanan rumah, habis hari ini, nanti kami perpanjang," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa.

Dengan menyampaikan hal tersebut, penyidik akan memperpanjang penahanan tersangka IWAS yang berstatus tahanan rumah untuk jangka waktu 40 hari ke depan.

Perihal perkembangan penanganan kasus, Syarif menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu hasil penelitian berkas oleh jaksa.

Baca juga: Remaja disabilitas di Mataram jadi tersangka pelecehan seksual

Apabila berkas telah dinyatakan lengkap, dia memastikan penyidikan akan segera menindaklanjuti dengan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.

Dia meyakinkan bahwa kasus IWAS yang kini masuk dalam penelitian berkas oleh jaksa tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan korban yang berstatus mahasiswi.

Dalam kasus tersebut, Syarif menyebutkan ada dua korban yang sudah memberikan keterangan dan menjadi kelengkapan berkas.

Baca juga: Berkas pelecehan seksual disabilitas di Mataram dilimpahkan ke kejaksaan

Selain itu, ada alat bukti lain berupa hasil visum korban, saksi dari rekan korban dan tersangka maupun pemilik sebuah penginapan.

 Alat bukti juga dikuatkan dengan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Dalam berkas, penyidik turut menguraikan modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban. Modus tersebut dilakukan dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi sikap dan psikologi korban.

Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Baca juga: Bareskrim Polri datangi Polda NTB cek kasus pelecehan oleh seorang tunadaksa