Kontroversi PSN SWL Surabaya: Mengapa tak dijadikan kesempatan untuk memberi nilai tambah masyarakat terdampak

id Kontroversi PSN SWL Surabaya,nilai tambah bagi masyarakat t,pemkot surabaya Oleh Isa Ansori *)

Kontroversi PSN SWL Surabaya: Mengapa tak dijadikan kesempatan untuk memberi nilai tambah masyarakat terdampak

Kolumnis, akademisi dan Wakil Ketua ICMI Jatim, Isa Ansori (ANTARA/HO-Dok Isa Ansori)

Surabaya (ANTARA) - Tulisan ini dibuat sebagai warga kota yang melihat adanya kontroversi adanya pembangunan PSN SWL di Pantai Timur Kawasan Kenjeran Kota Surabaya. Ada empat peristiwa yang menjadi perhatian saya, pertama demo penolakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur, tulisan Kusnan dari pemerhati sosial budaya di Surabaya tentang Polemik Pembangunan PSN SWL di Pantai Timur Surabaya ( antara 8/1/25 ) Pernyataan Imam Syafi’i, anggota DPRD Surabaya, berkaitan dengan APBN kota Surabaya tahun 2024, yang seharusnya 11 T, tapi hanya mampu menjaring 10 T serta pernyataan walikota Eri cahyadi di FB E 100 yang mengatakan pemerintah kota Surabaya sudah bersurat ke Presiden RI soal dampak PSN Surabaya Waterfront Land, sesuai dengan suara rakyat pesisir.

Seringkali dalam pembangunan apalagi negara dan pemilik modal sebagai pelaksana, maka akan terjadi “ pemaksaan “ kehendak, sehingga seringkali menimbulkan konflik. Proyek Strategi nasional PIK, IKN dan Rempang adalah contoh nyata, yang bisa membuat rakyat trauma terhadap apa yang berbau PSN apalgi disana ada kepentingan oligarki. Dan dampaknya adalah PSN SWL yang ada di Surabaya. Terjadi kontra oleh sekelompok masyarakat, tapi juga terjadi pro bagi sebagian masyarakat yang “ silent minority “. Ada beberapa pertanyaan mendasar dan yang mendasari tulisan ini, bagaimana kesejahteraan masyarakat terdampak saat ini, apakah apakah proyek tersebut bisa menjamin kesejahteraan warga lokal terdampak? Lalu apa dan bagaimana memberi nilai tambahnya? Bagaimana memitigasi konflik agar apa yang dikuatirkan tidak terjadi dan justru sebaliknya akan memberi nilai tambah bagi masyarakat terdampak dan pemerintah kota Surabaya ?

Nah dalam kaitan itulah kemudian saya sebagai orang yang seringkali terlibat dalam kehidupan kampus dan sebagai pegiat sosial khusus di perlindungan anak, lingkungan dan pendidikan, tidak cukup membaca berita di media, tapi saya juga bertemu dengan masyarakat lokal terdampak dan masyarakat umum yang peduli terhadap persoalan sosial, baik yang pro dan kontra. Selama hampir kurang lebih empat bulan mulai September 2024 sampai Desember 2024.

Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Water Land (SWL) yang direncanakan di kawasan pesisir Surabaya telah memantik kontroversi. Sebagai proyek besar dengan potensi transformasi kawasan, SWL menjanjikan modernisasi wilayah pesisir dengan konsep wisata bahari yang futuristik. Namun, di balik ambisi itu, muncul pertanyaan besar: apakah proyek ini benar-benar akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal?

Warga pesisir yang selama ini bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan merasa terancam. Mereka khawatir proyek ini akan menggusur mereka dari tanah kelahiran, merusak ekosistem laut, dan menghapus identitas budaya pesisir yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Sementara itu, skeptisisme publik semakin menguat dengan anggapan bahwa proyek ini lebih berpihak kepada kepentingan investor ketimbang rakyat kecil.

Mengapa PSN SWL Perlu Nilai Tambah untuk Warga Lokal?

Sebagai proyek strategis nasional, SWL memiliki tanggung jawab lebih besar dari sekadar menghasilkan pendapatan ekonomi atau menciptakan destinasi wisata. Proyek ini harus menjadi bukti bahwa pembangunan besar-besaran dapat membawa manfaat langsung, berkelanjutan, dan inklusif bagi masyarakat terdampak.

SWL seharusnya tidak hanya mengubah lanskap fisik, tetapi juga kehidupan sosial dan ekonomi warga lokal. Berikut adalah beberapa nilai tambah yang dapat diintegrasikan untuk memastikan proyek ini menjadi peluang, bukan ancaman:

a. Kemudahan Tangkapan untuk Nelayan Lokal

Nelayan pesisir adalah bagian tak terpisahkan dari kawasan ini. Mereka membutuhkan dukungan, bukan marginalisasi. Pembangunan SWL harus memastikan:

1. Tidak ada kerusakan pada ekosistem laut, termasuk wilayah pemijahan ikan.
2. Tersedianya zona tangkap eksklusif untuk nelayan lokal dengan teknologi ramah lingkungan.
3. Infrastruktur pendukung, seperti pelabuhan modern dan penyimpanan dingin gratis.
4. Lingkungan yang Tetap Terjaga

b. Proyek ini harus mematuhi prinsip pembangunan hijau:

1. Teknologi ramah lingkungan untuk pengolahan limbah dan pembangunan.
2. Pengawasan ketat dari ahli lingkungan untuk memastikan reklamasi dilakukan secara minimal dan aman.

c. Akses Pendidikan Gratis Berkualitas

SWL dapat menjadi katalisator peningkatan kualitas pendidikan di kawasan pesisir:

1. Bangun sekolah dan universitas gratis yang fokus pada ilmu maritim, lingkungan, dan pariwisata.
2. Berikan beasiswa penuh bagi anak-anak lokal hingga perguruan tinggi.

d. Jaminan Kesehatan untuk Semua

Kesehatan warga terdampak harus menjadi prioritas:

1. Dirikan klinik dan rumah sakit gratis di kawasan proyek.
2. Berikan layanan kesehatan komprehensif, mulai dari pemeriksaan rutin hingga penyuluhan kesehatan.


e. Pendirian Masjid dan Tempat Ibadah Lain

Masyarakat lokal membutuhkan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka:

1. Bangun masjid yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan sosial.
2. Pastikan tempat ibadah lain juga tersedia sesuai kebutuhan komunitas multiagama.


f. Perumahan Layak dan Gratis

Relokasi harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh empati:

1. Pastikan tidak ada penggusuran paksa.
2. Sediakan perumahan layak huni gratis di dekat lokasi proyek agar warga tetap dapat mengakses sumber penghidupan.


g. Ruang untuk Seni dan Budaya

Identitas budaya pesisir harus dilestarikan:

1. Dirikan pusat seni dan budaya untuk mempromosikan kesenian tradisional.
2. Berikan dukungan bagi seniman lokal untuk terus berkarya.

Peran Pemerintah Kota :
Sebagai pemilik regulasi, tentu pemerintah harsu bisa memastikan bahwa kekuatiran – kekuatiran yang yang ada tidak boleh terjadi. Sebagai proyek diatur dalam Kepperes, suka atau tidak suka, maka pemerintah kota hanya bisa menjalankan keputusan presiden, kalau harus dibatalkan, makas masyarakat disarnkan untuk menggugat keppres tersebut agar dibatalkan.

Dalam ketidakberdayaan menghadapi keppres tersebut, mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah adalah :

1. Memastikan bahwa proyek ini memberi manfaat dan nilai tambah, terutama jaminan kesejahteraan dan kualitas hidupnya
2. Dalam konteks mengawal tersebut pemerintah kota harus berusaha menjadi salah satu pemilik saham dan kebijakan terhadap proyek itu, sehingga kepentingan masyarakat bisa terlindungi dan tentu ini akan menajdi sumber pendapatan pemerintah kota yang lain.

Kesempatan untuk Menjadi Contoh Pembangunan Humanis

Kontroversi PSN SWL bukanlah akhir dari cerita, tetapi awal dari peluang untuk menciptakan proyek pembangunan yang berorientasi pada masyarakat. Pemerintah, investor, dan masyarakat harus melihat ini sebagai kesempatan untuk menjadikan SWL sebagai model pembangunan humanis yang berkelanjutan.

Jika nilai tambah seperti pendidikan gratis, jaminan kesehatan, pelestarian lingkungan, penambahan pendapatan pemerintah kota yang digunakan untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat, serta pemberdayaan ekonomi lokal diterapkan, SWL dapat menjadi simbol keberhasilan pembangunan nasional yang tidak hanya menghasilkan manfaat ekonomi tetapi juga membawa dampak sosial positif.

SWL tidak boleh hanya menjadi proyek besar yang memperindah kawasan, tetapi juga proyek besar yang memuliakan masyarakat lokal. Inilah saatnya untuk membuktikan bahwa pembangunan dapat berjalan beriringan dengan kesejahteraan rakyat, pelestarian lingkungan, dan penghormatan terhadap budaya lokal.

Surabaya, 9 Januari 2025

*) Penulis adalah Kolumnis dan Akademisi, Wakil Ketua ICMI Jatim Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Lingkungan