Mataram (ANTARA) - Hakim adhoc yang bertugas di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat menyurati Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto agar bisa segera mengesahkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2013.
Salah seorang hakim adhoc tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Fadhli Hanra di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa perpres yang sudah belasan tahun belum ada pembaharuan ini berkaitan dengan kesejahteraan hakim adhoc.
"Jadi, inti dari isi surat tersebut untuk menagih janji Bapak Presiden di hadapan para hakim pada 8 Oktober 2024 lalu," kata dia.
Momentum dengar pendapat dengan pihak perwakilan hakim adhoc Se-Indonesia yang kemudian terhimpun dalam wadah Forum Solidaritas Hakim Adhoc (FSHA) Indonesia tersebut, jelas dia, perubahan kesejahteraan hanya berimbas pada hakim karir, sesuai pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2024.
"Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2024 itu hanya berlaku bagi hakim karir saja, dan tidak berpengaruh bagi peningkatan kesejahteraan hakim adhoc," ujarnya.
Untuk pengaturan hak keuangan dan fasilitas hakim adhoc yang juga berada di bawah Mahkamah Agung, jelas dia, berbeda dengan hakim karir. Untuk hakim adhoc mendasar pada Perpres No. 5 Tahun 2013.
"Agar tidak terjadi kecemburuan sosial di antara hakim, baik karir maupun adhoc, maka mohon bantuan dari Bapak Presiden yang bijaksana supaya dapat membantu merealisasikan janji peningkatan kesejahteraan untuk hakim adhoc Se-Indonesia melalui pengesahan revisi Perpres Nomor 5 tahun 2013," ucap dia.
Dalam surat, Fadhli bersama rekan hakim adhoc yang bertugas di Pengadilan Negeri Mataram turut menyampaikan bahwa hakim adhoc kini masih murni hidup dengan mengandalkan tunjangan tanpa menikmati gaji pokok dan fasilitas memadai dari negara.
"Tunjangan yang tidak seberapa itu pun masih harus dipotong dengan beban pajak penghasilan (PPH 21) yang tidak ditanggung oleh negara," kata Fadhli.
Baca juga: Pernyataan Presiden Prabowo di MA jadi angin segar bagi kesejahteraan hakim adhoc
Adanya kebijakan efisiensi anggaran hingga Rp2 triliun pada tubuh Mahkamah Agung, kata dia, turut mengancam pemangkasan tunjangan transportasi hakim, dan belanja bantuan sewa rumah dinas hakim.
"Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, kabar ini jelas membuat kami para hakim adhoc Se-Indonesia kian terpuruk. Sudah jauh dari keluarga dan harus menghidupi dua rumah, karena tinggal berjauhan dari keluarga, kami pun masih harus dibebani lagi dengan tambahan beban baru yang seharusnya masuk dalam fasilitas dasar dari negara," ucapnya.
Oleh karena itu, dalam surat untuk Presiden, Fadhli bersama rekan hakim adhoc pada Pengadilan Negeri Mataram meminta perhatian Presiden agar dapat segera merealisasikan janji dengan mengesahkan perubahan Perpres No. 5 Tahun 2013.
Fadhli mengatakan, aksi menyurati Presiden ini turut dilakukan oleh sejumlah hakim adhoc yang bertugas di wilayah lainnya. Aksi ini merupakan reaksi usai Presiden Prabowo berpidato dalam kegiatan Laporan Tahunan Mahkamah Agung mengenai pentingnya menjaga kualitas hidup dan kesejahteraan hakim.
Presiden menyebut dirinya mendapat laporan bahwa banyak hakim yang tidak memiliki rumah dan tinggal di rumah kos.
Pernyataan Presiden tersebut dilihat sebagai angin segar bagi seluruh hakim di Indonesia, khususnya para hakim adhoc yang kesejahteraannya belum mengalami perubahan sejak tahun 2013 sesuai Perpres No. 5 tahun 2013.
Hal itu mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2024 yang disahkan pada akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo tersebut, hanya dinikmati oleh hakim karir.
Jika perubahan PP No. 94 tahun 2012 menjadi PP No. 44 tahun 2024 bisa dilakukan perubahan dalam waktu cepat oleh Presiden Joko Widodo, Fadhli bersama rekan hakim adhoc lainnya merasa optimistis kepada Presiden Prabowo bisa segera melakukan perubahan Perpres No. 5 tahun 2013.
Untuk wilayah kerja NTB, hakim adhoc sedikitnya berjumlah lima orang. Untuk hakim adhoc tipikor di antaranya ada Fadhli Hanra, SH, MKn, dan Irawan Ismail, SH.
Kemudian hakim adhoc pengadilan hubungan industrial (PHI) ada tiga orang, mereka adalah Hijri Samsuri, SH, MH, M. Endang Agus Effendy, SH, dan Hesti Kurnia Kasih, SH.