Mataram (ANTARA) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram, Nusa Tenggara Barat, melakukan kegiatan intensifikasi pengawasan selama Ramadhan hingga Idul Fitri 1446 Hijriah sebagai wujud komitmen dan hadirnya pemerintah dalam melindungi masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi ketentuan.
"Kegiatan intensifikasi pengawasan Ramadhan kami lakukan terpadu dengan para pemangku kepentingan sejak 24 Februari 2025," kata Kepala BBPOM Mataram, Yosef Dwi Irwan, di sela pengawasan pangan olahan yang dijual pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Jalan Majapahit, Kota Mataram, Rabu.
Dalam kegiatan intensifikasi pengawasan tersebut, BBPOM Mataram bersinergi secara terpadu dengan Dinas Kesehatan Kota Mataram, Dinas Perdagangan NTB serta Satuan Karya (SAKA) Pramuka Pengawas Obat dan Makanan.
Baca juga: Pemkot Mataram dan BPOM lakukan pengawasan jajanan takjil Ramadhan
Yosef menyebutkan sejak 24 Februari hingga 5 Maret 2025, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 24 sarana distribusi makanan, seperti distributor, grosir, retail modern dan pasar tradisional di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur.
Seluruh sarana distribusi tersebut memenuhi syarat dan tidak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan.
Ia juga menegaskan bahwa pengawasan keamanan pangan yang dilakukan tidak hanya saat bulan Ramadan saja, namun tetap rutin setiap hari.
"Hanya saja pada periode tertentu seperti Ramadhan, Idul Fitri ataupun Nataru kegiatan pengawasan lebih kami tingkatkan karena biasanya kebutuhan masyarakat akan pangan meningkat," ujarnya.
Selain melakukan pemeriksaan sarana distribusi pangan, Tim BBPOM Mataram dengan mobil laboratorium keliling melakukan sampling dan uji cepat (rapid test) terhadap sampel pangan yang dicurigai mengandung bahan berbahaya, seperti formalin, boraks, rhodamin B dan methanyl yellow.
Baca juga: Polisi minta BPOM uji nasi bungkus yang diduga menjadi penyebab keracunan
Hingga 5 Maret 2025, kata Yosep, pihaknya telah melakukan uji cepat terhadap 125 sampel makanan, dengan hasil 118 sampel atau 94,4 persen bebas dari bahan berbahaya dan 7 sampel atau 5,6 persen positif boraks
Berdasarkan penelusuran, untuk kerupuk terigu yang positif mengandung boraks diakui pedagang ada yang berasal dari Jawa, dan ada juga produksi lokal.
Namun, kata dia, sebagian kerupuk lokal yang diuji sudah bebas Boraks. Artinya pelaku usaha sudah mulai memiliki kesadaran untuk berubah.
"Nanti kita dorong untuk dapat mengurus izin pangan industri rumah tangga (PIRT) di Dinas Kesehatan, agar masyarakat jadi lebih mudah memilih jika ingin membeli kerupuk terigu, pilih yang sudah punya nomor PIRT," ucap Yosef.
Baca juga: Polisi menemukan apotek karantina 1.026 botol sirop kandungan EG dan DEG
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, Emirald Isfihan mengatakan, kandungan bahan berbahaya seperti boraks bisa mengakibatkan gangguan kesehatan, salah satunya efek karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker.
Untuk itu, selain bebas dari bahan berbahaya, harus dipastikan makanan takjil juga bebas dari cemaran lainnya. Pedagang harus memastikan makanan yang dijual tertutup karena lokasi berada di tepi jalan raya sangat memungkinkan terkontaminasi debu ataupun asap kendaraan.
"Dinas Kesehatan juga mendorong para pelaku industri rumah tangga untuk mendaftarkan produknya agar memiliki nomor PIRT, termasuk nanti untuk produsen kerupuk terigu yang berkomitmen tidak lagi menggunakan boraks dapat kami dampingi untuk mendapatkan izin PIRT," katanya.
Baca juga: BPOM Mataram adakan Bimtek Mewujudkan Desa Pangan Aman di Sembalun