AMSI NTB PERTANYAKAN PROFESIONALISME SATPAM IKIP MATARAM

id

     Mataram, 18/1 (ANTARA) - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Manager Security Indonesia (AMSI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mempertanyakan profesionalisme Satuan Pengaman (Satpam) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram dalam menghadapi aksi mahasiswa.
     Ketua DPD AMSI NTB, Hendri Marthin, di Mataram, Minggu, mengatakan, tindakan anarkis puluhan mahasiswa di kampus IKIP Mataram, Sabtu (17/1) lalu itu, dipicu oleh sikap arogansi oknum Satpam yang menghadang pergerakan mahasiswa yang berunjukrasa di kampus tersebut.
     "Beberapa orang Satpam IKIP Mataram itu menendang dan memukul beberapa mahasiswa sehingga rekan-rekannya mengamuk dan melakukan aksi pelemparan batu hingga menciderai seorang anggota satpam," ujar pimpinan organisasi yang memayungi keberadaan satpam di wilayah NTB itu.
     Bahkan, tambah Marthin, Satpam IKIP Mataram mengejar mahasiswa yang anarkis itu hingga memasuki areal kampus Universitas Mataram (Unram) hingga mahasiswa murka dan terjadi hujan batu sehingga 25 unit kaca jendela di gedung baru Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Mataram hancur berantakan.
     Padahal, mahasiswa IKIP Mataram yang berunjukrasa di kampusnya itu hanya sebatas menyegel ruang belajar dengan kursi dan meja sebagai penghalang aktivitas, karena kecewa dengan manajemen perguruan tinggi yang tidak cepat menginformasikan kejelasan status program studi fisika yang sudah habis masa percobaannya selama dua tahun.
     Materi unjukrasa lainnya yakni mempertanyakan ketidakjelasan akreditasi Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), Fakultas Pendidikan Bahasa dan Senin (FPBS), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan Fakultas Matematika dan IPA (MIPA). 
     Menurut Marthin, semestinya para Satpam IKIP Mataram itu meminta bantuan aparat kepolisian jika aksi mahasiswa itu mengarah kepada tindakan anarkis.
     Personil satpam dalam jumlah terbatas tidak akan mungkin mampu menghadapi mahasiswa dalam jumlah yang tidak sebanding sehingga ilmu negosiasi yang harus dikedepankan.
     "Kalau mereka (satpam) itu telah melewati pendidikan satpam dan penyaluran tenaga satpam sesuai prosedur maka tidak akan ada arogansi yang memicu tindakan anarkis," ujarnya.
     Ia mengatakan, di wilayah NTB satpam "diproduksi" oleh Polda NTB dan PT Perbakin Nusra 88 Security Service (SS) dan penyalurannya melalui Badan Umum Jasa Pengamanan (BUJP) atau "In House" (permintaan berdasarkan kebutuhan institusi).
     Penyaluran personil satpam melalui BUJP tentu dijamin profesional karena lembaga itu sudah teruji, sementara pola 'In House" tentu melewati persyaratan ketat seperti pegawai tetap institusi itu yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai serta terlatih.
     "Saya meragukan profesionalisme Satpam IKIP Mataram itu, jangan sampai mereka tidak direkomendasikan lembaga resmi seperti Polda NTB atau PT Perbakin Nusra 88-SS dan penyalurannya tidak melalui BUPJ atau pola 'In House'sehingga tidak profesional," ujarnya.
     Karena itu, tambah Marthin, pihaknya akan menyurati Polda NTB untuk menguji kelayakan Satpam IKIP Mataram agar kampus IKIP Mataram terbebas dari tindakan anarkis mahasiswa yang dipicu oleh ketidakprofesionalisme satpamnya.
     Pelibatan Polda NTB dalam pengujian profesionalisme Satpam IKIP Mataram itu merupakan langkah antisipasi terhadap tindakan anarkis yang rentan menelan korban jiwa, sebagaimana pernah terjadi 22 Agustus 2006 lalu, yang berbuntut tewasnya Muhammad Ridwan Hasan, mahasiswa semestar V, Fakultas MIPA jurusan kimia.
     "Tindakan anarkis itu terjadi karena Satpam menghadapi mahasiswa dengan sikap arogansi dan sok jago sehingga memicu amarah mahasiswa, padahal seorang satpam boleh bertugas jika telah dibekali pendidikan dan latihan Jaga Pratama," ujarnya. (*)