Mataram (ANTARA) - Azmi Syahputra, Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha) menyatakan BPJS harus direformasi total,
kenaikan tarif iuran sama artinya pemerintah "peras rakyat" bukan solutor.
"Pasalnya enyelenggara dan petinggi BPJS diisi oleh orang yang tidak mengetahui detail medis, kurang memahami operasional pelayanan kesehatan," katanya melalui siaran persnya, Minggu.
Dikatakan, banyak regulasi dan sistem kebijakan BPJS yang tidak tepat sudah lari jauh dari maksud filosofis UU SJSN dan UU Badan penyelenggara jaminan sosial.
"Ingat ada frase "jaminan sosial" atas perintah dan kehendak uu disini. Frase "jaminan sosial" harus memberikan wujud tanggung jawab, arah dan tujuan dari pemerintah bagi masyarakatnya. Ini harus dicamkan," katanya.
Kebijakan BPJS sudah tidak rasional sudah seperti "orang mabuk" banyak kebijakan yang tidak dapat dioperasionakan, diperparah lagi menimbulkan dampak dengan manajemen yang selalu rugi.
Dikatakan, gejala banyaknya tutup faskes tingkat pertama (FKTP) , termasuk minimnya kesejahteraan bagi para tenaga kesehatan serta utang BPJS pada fasilitas kesehatan rumah sakit, menunjukkan BPJS gagal total dan tidak memahami esensi perlindungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Manajemen BPJS dan kebijakannya ini tentunya berdampak pada reputasi dan memukul wajah pemerintah , pemerintah dapat dianggap "peras masyarakat". Hal yang mendasar dan urgen tentang jaminan kesehatan masyarakat tidak dapat diatasi, dimana terus merugi ibarat "kapal BPJS semakin oleng".
Apalagi solusi kekinian BPJS dengan rencana kenaikan tarif iuran peserta BPJS, menunjukkan cara instan dan cenderung pola pikir ala pebisnis semata dari manajemen. "Sementara ironisnya disisi lain manajemen BPJS masih hanya memikirkan peningkatan sarana untuk internal mereka saja," katanya.
Tahun lalu pada Oktober 2018 Presiden Jokowi mengatakan seharusnya kegaduhan dan tema tunggakan utang BPJS tidak sampai ke pesiden cukup di level Menteri.
Kenaikan iuran JKN saat ini sekedar untuk menjaga kredibiltas negara, seolah sebagai sebuah konsekuensi UU SJSN. Namun, disisi lain keputusan menaikkan iuran saja, lebih membuktikan penyelenggara BPJS gagal faham karena belum mengkoreksi sumber masalah.
Jika ditelusuri pasal 19 sd 23 UU SJSN. Dalam pasal itu, ada implementasi dari pada keadilan sosial dan memenuhi hak perlindungan dasar kesehatan rakyat, katanya.
Berita Terkait
KPU sebut badan ad hoc Pilkada Mataram dapat BPJS ketenagakerjaan
Jumat, 26 April 2024 15:30
Petani di Lombok Barat meninggal dunia, BPJS Ketenagakerjaan serahkan santunan Rp42 juta
Minggu, 21 April 2024 6:43
Pemkab Lombok Tengah Wakili NTB di ajang Paritrana Award 2024
Sabtu, 20 April 2024 5:08
Sebanyak 269 juta masyarakat terlindungi Program JKN
Minggu, 7 April 2024 9:20
Satu-satunya perwakilan Indonesia, BPJS Ketenagakerjaan juara AIRA 2023
Kamis, 28 Maret 2024 15:47
Total kepesertaan JKN pada 2023 sebesar 95,77 persen
Rabu, 27 Maret 2024 21:29
BPJS-TK menyalurkan bantuan pangan ke Panti Asuhan NW Jempong
Minggu, 24 Maret 2024 6:20
Karyawan BPJS Ketenagakerjaan NTB salurkan bantuan bahan pangan
Sabtu, 23 Maret 2024 21:53