Mataram (Antara Mataram) - Komisi Pemberantasan Korupsi melibatkan perempuan di Nusa Tenggara Barat untuk membangun budaya antikorupsi sebagai bagian dari program pemberdayaan masyarakat dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Pelibatan kaum perempuan itu dikemas dalam bentuk seminar yang menekankan pendidikan antikorupsi bagi keluarga organisasi perempuan di wilayah NTB yang digelar di Mataram, Selasa.
Seminar itu dihadiri lebih dari 300 orang peserta dari organisasi perempuan di wilayah NTB, dengan "keynote speech" Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTB yang juga istri dari Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, yakni Hj Erica Majdi.
Pembicara dalam seminar tersebut yakni Wakil Ketua KPK M Busyro Muqoddas, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Gandjar Bonaparta.
Busyro memaparkan peran keluarga dalam membangun budaya antikorupsi, sementara Gandjar menyajikan materi tentang memberantas korupsi, memberantas diri sendiri.
Busyro mengatakan, korupsi terjadi berulang antara lain karena dorongan/tuntutan keluarga yang berlebihan sehingga menjadikan seseorang terdorong melakukan korupsi.
"Dorongan yang kuat itu menjadikan seseorang semakin berniat melakukan korupsi, dan keluarga yang mendukung korupsi dilakukan dengan membenarkan atau membiarkannya," ujarnya.
Selain itu, niat korupsi didorong oleh pola hidup boros, mewah, alitis (konsumerisme), kufur (ingkar) dan nikmat, sehingga jika niat itu bertemu kesempatan maka terjadilah korupsi.
Busyro juga mengungkapkan bahwa modus korupsi yang melibatkan keluarga terbagi dalam dua bagian yakni melakukan korupsi bersama-sama seperti suami dan istri, ayah/ibu dan anak, kolaborasi dengan kerabat dekat lainnya (mertua/menantu, kakak/adik dan ipar).
"Modus korupsi lainnya yakni melibatkan anggota keluarga sebagai sarana tindak pencucian uang, melalui rekening bank, polis asuransi dan investasi/aset," ujarnya.
Menurut dia, penelitian oleh UNODC strategi komunikasi, informasi, edukasi untuk perempuan dan pemuda dalam pemberantasan korupsi (2012), menyimpulkan perempuan cenderung menyatakan akan diam saja jika melihat orang di sekitar melakukan korupsi.
Sedangkan penyebab korupsi, diungkapkan Busyro, antara lain, akibat penegakan hukum tidak konsisten, penyelahgunaan kekuasaan wewenang, rendahnya pendapat penyelenggara negara, budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah, budaya permisif (tidak melaporkan), dan tidak diterapkannya nilai-nilai agama dan etika.
"Korupsi tidak terjadi jika keluarga dan lingkungan menolak anggota keluarga melakukan korupsi, dan penolakan lingkungan serta ketatnya sistem menjadikan seseorang batal melakukan korupsi," ujarnya.
Sementara itu, kepada para perempuan NTB peserta seminar tersebut, Dosen Fakultas Hukum UI Gandjar Bonaparta, menekankan tujuh macam perbuatan korupsi, yakni merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Gandjar memperjelas pengertian tindak pidana korupsi sesuai Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Selain itu, setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
"Sebagai contoh, seorang istri atau suami menggunakan mobil dinas suami/istrinya yang adalah pejabat atau penyelanggara negara, untuk kepentingan keluarga, itu juga korupsi," ujarnya.
Usai seminar dengan peserta kaum perempuan, KPK melanjutkan seminar serupa dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) dari kalangan organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi (termasuk PNS/ASN), pihak swasta, media massa serta lingkup pendidikan.
Rangkaian kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi itu, ditutup dengan pertemuan apresiatif dengan para pemangku kepentingan sektor pendidikan dan masyarakat guna merumuskan rencana aksi.
Kegiatan tersebut, terlaksana berkat kerja sama KPK dengan Pemerintah Provinsi NTB, yang didukung lembaga Australian Indonesian Partnership for Justice (AIPJ). (*)