Polda NTB Tutup Pabrik Jajanan Anak

id Polda NTB

Polda NTB Tutup Pabrik Jajanan Anak

ilustrasi - Sosialisasi jajanan mengandung bahan berbahaya. (ANTARA News)

"Aktivitas mulai dari mengemas barang hingga memperdagangkannya tidak sesuai dengan persyaratan, makanya kita tutup"
Mataram (Antara NTB) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Senin, menutup dengan paksa sebuah pabrik usaha jajanan anak yang beroperasi di wilayah Narmada, Kabupaten Lombok Barat, karena diduga ilegal.

Kasubdit I Industri dan Perdagangan Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Boyke Karel Wattimena di Mataram, Senin, mengatakan, pabrik milik ZM, yang memproduksi jajanan anak itu, dengan terpaksa ditutup karena tidak mengantongi izin produksi yang sah.

"Aktivitas mulai dari mengemas barang hingga memperdagangkannya tidak sesuai dengan persyaratan, makanya kita tutup," kata Boyke.

Untuk itu, penutupan yang digelar petugas kepolisian bersama instansi terkait pada Senin (27/2) pagi, ditandai dengan memasangkan "police line" di sekitar wilayah pabrik milik ZM.

Lebih lanjut, Boyke dalam keterangannya menjelaskan bahwa pabrik usaha jajanan anak yang beroperasi menggunakan UD Niaga Snack ini hanya mengantongi SIUP tertanggal 1 Desember 2016 yang dikeluarkan BPMPT Kabupaten Lombok Barat.

Namun dalam pelaksanaannya, petugas menyatakan bahwa izin tersebut tidak sesuai dengan aktivitas pabrik usaha milik ZM.

Karena dari hasil pemeriksaan, dalam kemasan yang diproduksi oleh pabrik usaha ZM ini tercantum alamat produksi dari Malang, Jawa Timur. Namun dalam faktanya, seluruh kegiatan produksinya dilakukan di pabrik usaha milik ZM.

"Bahan baku makanan maupun kemasan dia beli di Jawa Timur, tapi bahan makanan dan pengemasannya dibuat di sini," ujarnya.

Bahkan dalam kemasannya tidak tertera izin pangan industri rumah tangga (PIRT) yang resminya dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lombok Barat.

"Begitu juga dengan kode produksi dan tanggal kadaluarsanya, itu tidak ada," ucap Boyke.

Akibat perbuatannya, kini ZM terancam dengan Pasal 62 Juncto Pasal 8 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 140 Juncto Pasal 86 Ayat 2 UU Nomor 18/2012 tentang Pangan.

"Sementara ini, pemiliknya tidak kita lakukan penahanan, hanya seluruh kegiatan pabrik kita `stop`, tapi proses penanganannya tetap kita tindaklanjuti," katanya. (*)