DP3A Mataram meminta tersangka pencabulan anak kandung dihukum berat

id cabuli anak kandung,dp3a mataram

DP3A Mataram meminta tersangka pencabulan anak kandung dihukum berat

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany. ANTARA/Nirkomala

Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, meminta aparat hukum bisa memberikan hukuman berat kepada tersangka yang diduga mencabuli anak kandungnya.

"Saya mengutuk perbuatan biadab yang dilakukan oleh pelaku yang mencabuli anak kandungnya sendiri. Karena itu, pelaku harus dihukum seberat-beratnya," kata Kepala DP3A Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Kamis.

Baca juga: Eks anggota DPRD NTB tersangka asusila terhadap anak kandungnya terancam 15 tahun penjara

Pernyataan itu disampaikannya menyikapi kasus mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat berinisial AA berusia 65 tahun, yang diamankan pihak kepolisian karena diduga telah berbuat asusila terhadap anak kandungnya dari istri kedua.

Dalam hal ini, katanya, DP3A Mataram akan memberikan pendampingan dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram yang saat ini sedang menangani kasus tersebut, serta dengan pihak sekolah sebab korban masih tercatat menjadi siswa disalah satu SMA Negeri Mataram.

"Selain itu, perlu dilakukan pendampingan dari psikolog untuk memotivasi dan menguatkan anak agar bisa kembali ke kehidupan normal meskipun berat. Jangan sampai anak ini down, dan bunuh diri," katanya.

Baca juga: Eks anggota DPRD NTB sangkal berbuat asusila terhadap anak kandung

Menurutnya, kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak oleh orang tuanya dipicu banyak faktor. Bisa karena ekonomi, karakter orang tua, pendalaman tentang agama dan faktor lainnya.

"Kalau dalam kasus ini, bisa jadi karena karakter sebab untuk pemicu ekonomi bisa dikatakan sangat mapan," katanya.

Untuk faktor ekonomi, kata Dewi, terjadi ketika rumah dibangun tidak selayaknya atau rumah mereka tidak memiliki sekat. "Jadi setiap saat melihat aktivitas pribadi anak-anak, dan lama-lama muncul pikiran negatif," katanya.

Lebih jauh, Dewi mengatakan, dengan adanya kasus ini, maka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Mataram menjadi 5 kasus.

"Selama Januari 2021, kami menangani empat kasus perempuan dan anak berupa kasus perebutan hak asuh anak dan pencabulan. Di tambah kasus ini (anak yang diduga dicabuli ayah kandungnya-red)," katanya.

Baca juga: Mantan anggota DPRD NTB diduga cabuli anak kandungnya jadi tersangka

Baca juga: Diduga cabuli anak kandungnya yang baru gadis, mantan anggota DPRD NTB diamankan polisi