Mataram (ANTARA) - Agen dan perekrut pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal atau nonprosedural di wilayah Nusa Tenggara Barat, berinisial SH dan DH, terungkap mengirim 5 korban ke Turki.
"Jadi dari 5 korban itu, salah satunya LS, yang lapor ke kami, yang kasusnya terungkap peran agen dan perekrut (SH dan DH)," kata Kepala Sub IV Bidang Remaja, Anak, dan Wanita Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati di Mataram, Rabu.
Dari 5 korban yang salah satunya LS, lanjut dia, terdapat di antaranya orang asal NTB. namun perihal jumlahnya, Pujawati belum bisa mempastikan.
"Yang jelas 4 korban ini yang berangkat bersamaan dengan LS ke Turki, dari penampungan di Jakarta. Ada beberapa di antaranya selain LS, asal NTB," ujarnya.
Selain terungkap jumlah korban yang diberangkatan oleh SH dan DH asal Kabupaten Lombok Timur tersebut, penyidik juga menerima informasi perihal sejumlah lokasi penampungan yang berada di luar NTB.
Bahkan turut terungkap sejumlah identitas dari jaringan SH dan DH yang berada di luar daerah. Termasuk penampung di Jakarta, tempat LS.
"Jadi itu semua terungkap dari proses penyidikan, kita temukan beberapa nama dan sejumlah daerah, selain di Jakarta yang disebut sebagai tempat penampungan," ucap dia.
Dengan adanya informasi demikian, Pujawati memastikan pihaknya akan terus melakukan pengembangan kasus.
"Namun tentunya, karena disebut di luar NTB yang bukan wilayah hukum kami, pastinya akan ada pendalaman dengan koordinasi lintas wilayah," katanya.
Agen dan perekrut LS, yakni SH dan LH ditangkap pihak kepolisian, Senin (10/1), dikediamannya masing-masing di wilayah Kabupaten Lombok Timur.
Keduanya ditangkap berdasarkan tindak lanjut laporan korban LS, yang dipulangkan oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Angkara, Turki, pada 11 September 2021.
Dari laporan, SH dan DH diduga memberangkatkan korban tanpa izin dan prosedural. Bukti perihal perbuatan tersebut telah ditemukan dari hasil penyelidikan kepolisian.
Karena itu dari hasil gelar perkara kepolisian, SH dan DH ditetapkan sebagai tersangka yang disangkakan Pasal 10 dan atau Pasal 11 Juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21/2007 tentang pemberantasan TPPO dan Pasal 81 dan atau Pasal 83 Undang-Undang RI Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Dari penetapan keduanya sebagai tersangka, pihak kepolisian menindaklanjuti kasusnya dengan melakukan penahanan terhadap SH dan DH di Rutan Polda NTB.