NII BISA MASUK PABRIK

id

     Kudus (ANTARA) - Masyarakat diminta tetap waspada terhadap pengaruh gerakan Negara Islam Indonesia (NII), terutama kemungkinan melakukan ekspansi ke pabrik dengan sasaran para buruh, kata mantan anggota NII Komandemen Wilayah IX (KW IX) Sofwan Dedy Ardyanto.

     "Hampir semua faksi NII saat ini masih aktif. Sedangkan untuk faksi KW IX untuk sementara tiarap karena akhir-akhir ini banyak dibicarakan," ujarnya ketika menjadi pembicara pada seminar Ideologi Pancasila untuk Menangkal Paham Radikal di Aula Pendopo Kabupaten Kudus di Kudus, Sabtu.

     Apabila NII bangkit kembali, dia memperkirakan, sasaran perekrutannya merupakan para buruh pabrik.

     Untuk melancarkan aksinya, kata dia, NII dipastikan akan berubah nama dan ideologi NII disimpan rapat-rapat serta tidak boleh dikeluarkan agar tidak mudah terdeteksi.

     Saat ini, lanjut Sofwan, jumlah anggota NII mulai berkurang drastis, diperkirakan yang masih tersisa sekitar 5.000-an orang, dibanding pada 2002 bisa mencapai 220.000 orang.

     Menurut Sofwan yang pernah bergabung dengan NII sejak 1991 hingga 2005 dengan jabatan terakhir di NII sebagai aparat khusus mengungkapkan, anggota NII paling banyak tersebar di kota-kota besar, seperti Semarang, Yogyakarta, dan Banyumas.

     "Sedangkan warga Kudus yang bergabung dengan NII, biasanya aktif di luar Kudus. Namun, patut diwaspadai akan merekrut anggota baru di wilayah Kudus," ujar Sofwan yang sebelumnya aktif pada forum komunikasi dan paguyuban informal veteran NII KW IX sejak 2006 hingga 2010.

     Pembicara lainnya, Hasibullah Satrawi menganggap, sepak terjang NII menjadi ancaman serius bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

     Alasannya, lanjut dia, gerakan tersebut memiliki struktur pemerintahan sementara, mulai dari tingkat kelurahan hingga kabupaten.

     "Negara Islam yang hendak ditegakkan oleh kalangan Islam politik seperti NII hanya sekadar bayangan," ujarnya.

     Secara normatif keagamaan, kata Hasibullah yang aktif menjadi peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS) Jakarta itu, Islam merupakan agama yang membawa ajaran luhur bagi pemeluknya dan tidak ada satu ayat Alquran atau hadis nabi yang membakukan perpolitikan, prosedur pemeruntahan sekaligus lembaga negara yang disebut dengan istilah negara Islam.

     "Sejarah Islam menjawab hal-hal terkait dengan perpolitikan dan pemerintahan secara mengalir. Yang mana, pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab oleh para generasi Islam terdahulu secara kontekstual melalui langkah-langkah dan kebijakan politik mereka," ujarnya.

     Berdasarkan sejarah pemikiran Islam, katanya, tidak ada rujukan pemikiran yang utuh tentang negara Islam dalam sejarah pemikiran keislaman.

     "Kalaupun ada, tak lebih dari sekadar pemaksaan atas sebuah pemikiran yang sebenarnya tidak utuh," ujarnya.

     Selain itu, lanjut dia, berdasarkan perspektif kebangsaan, pendirian negara Islam secara paksa menimbulkan banyak korban, mengingat negara Islam mencita-citakan adanya norma keagamaan yang harus dijalankan oleh umat agama lain.  (*)