Mataram, 16/10 (ANTARA) - Tiga dari sembilan fraksi di DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat hendak membubarkan Panitia Khusus (Pansus) Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika, yang dibentuk pimpinan dewan, karena dianggap menyalahi aturan.
Ketiga fraksi di DPRD NTB itu yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Fraksi Partai Bulan Bintang (F-PBB) dan Fraksi Peduli Gerakan Indonesia (F-PGI).
Pimpinan ketiga fraksi itu mengemukakan keinginan membubarkan Panitia Khusus (Pansus) Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika itu, kepada wartawan di Mataram, Minggu.
Ketiga pimpinan fraksi itu masing-masing Sekretaris Fraksi PPP DPRD NTB Nurdin Ranggabarani, Wakil Ketua Fraksi PGI Noerdin H M Yacob, dan Ketua Fraksi PBB Zulkarnaen.
"Satu saja fraksi yang menarik diri dari maka pansus itu tidak bisa dipertahankan lagi, apalagi sudah ada tiga fraksi. Bahkan, ada beberapa fraksi lagi yang juga akan menarik diri sehingga pansus itu layak dibubarkan," ujar Ranggabarani.
Ranggabarani, Yakob dan Zulkarnaen serta sejumlah anggota DPRD NTB lainnya menilai Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika, yang dibentuk dalam rapat paripurna DPRD NTB, dengan keputusan Nomor 14/KPTS/DPRD/2011, tanggal 7 Oktober 2011 itu, merupakan sikap yang dipaksakan.
Komposisi pansus itu yakni Misbach Mulyadi selaku ketua, H. Husni Djibril selaku wakil ketua dan Johan Rosihan selaku sekretaris, yang dibantu 17 orang anggota yang berasal dari sembilan fraksi. Setiap fraksi dua hingga tiga orang anggota.
Menurut mereka, usulan pembentukan pansus itu tidak memenuhi standar aturan yang disyaratkan dalam Peraturan DPRD Provinsi NTB Nomor 2 Tahun 2010 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD NTB, yang diterbitkan 10 Mei 2010.
Pasal 60 ayat 3 Peraturan Tata Tertib DPRD NTB itu menyatakan pasus dibentuk dalam rapat peripurna DPRD NTB atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah.
"Pertanyaannya, anggota DPRD mana dan siapa saja yang telah mengusulkan pembentukan pansus itu, dan dalam rapat paripurna yang mana, rapat Badan Musyawarah yang mana. Saya juga anggota Badan Musyawarah DPRD NTB," ujar Ranggabarani.
Selain itu, pasal 60 ayat 5 Peraturan Tata Tertib DPRD NTB itu menegaskan bahwa anggota pansus terdiri dari anggota komisi terkait secara proporsional yang diusulkan oleh masing-masing fraksi.
Namun, pembentukan pansus itu tidak didukung surat remi fraksi-fraksi, bahkan belum ada permintaan resmi pimpinan DPRD NTB ke fraksi-fraksi.
"Ternyata permintaan pengisian komposisi anggota pansus itu hanya melalui SMS (pesan singkat) tanpa melalui rapat resmi dan tanpa meminta pertimbangan Badan Musyawarah DPRD NTB sesuai yang disyaratkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD NTB," ujar Ranggabarani diamini Jacob dan Zulkarnaen serta sejumlah anggota DPRD NTB lainnya.
Ketiga pimpinan fraksi di DPRD NTB itu juga menilai pembentukan pansus itu terkesan buru-buru dan dapat dikategorikan sebagai tindakan pemborosan dan in-efisiensi terhadap keuangan daerah.
Pembentukan pansus itu dinilai sebagai upaya untuk mendesak atau memberi tekanan politik yang mengatasnamakan lembaga legislatif, namun rentan menimbulkan gugatan hukum dari para pihak yang merasa dirugikan.
Mereka juga menyimpulkan bahwa pembentukan Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika itu, merupakan pengingkaran dan pelanggaran berat pimpinan DPRD NTB terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Tata Tertib DPRD NTB, sehingga layak diproses oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB.
Salah seorang anggota BK DPRD NTB yakni Supardi dari PDI Perjuangan, juga hadir saat penyampaian keterangan pers itu.
Pada kesempatan itu, ketiga pimpinan fraksi di DPRD NTB itu, mengaku telah menginstruksikan anggotanya yang tergabung dalam Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika itu, untuk mengundurkan diri.
Namun, pimpinan DPRD NTB mengklaim pembentukan Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika itu, dicapai dalam rapat paripurna DPRD NTB tanggal 7 Oktober 2011, meskipun dalam rapat paripurna yang diliput pekerja media massa itu mengagendakan dengar pendapat dengan manajemen PT Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
BTDC merupakan perusahaan BUMN yang dipercayakan pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan wisata Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, sekitar 70 kilometer arah selatan Kota Mataram.
Pada 22 Juli 2011, pemerintah memutuskan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata di Provinsi NTB, dengan menetapkan areal seluas 1.200 hektar di Lombok bagian Selatan sebagai kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Nasional (Ekkparnas).
Kawasan Ekkparnas itu mencakup kawasan Mandalika akan dijadikan tempat pertumbuhan baru di daerah Lombok bagian Selatan yang berbasis wisata, sehingga dinamai Mandalika Resort.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dijadwalkan berkunjung ke wilayah NTB, 19-21 Oktober 2011. Selain meresmikan BIL, Presiden juga akan memimpin 'groundbreaking' pembangunan kawasan pariwisata nasional Mandalika Resort. (*)