Mataram (ANTARA) - Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang memuat tentang Pengungkapan Sukarela yang diundangkan pada 29 Oktober 2021, yang kemudian diturunkan dalam suatu aturan teknis Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2021 tanggal 22 Desember 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak atau lebih kita kenal dengan PPS.
Program tersebut menjadi produk yang sering kita dengar dalam iklan-iklan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak beberapa bulan terakhir dan semakin gencarnya Ditjen Pajak mengirimkan "Surat Cinta" melalui email kepada wajib pajak agar mengikuti program tersebut.
Hal itu menimbulkan kesan yang membutuhkan program tersebut seolah-olah hanya Ditjen pajak saja.
Dengan melihat kenyataan bahwa ternyata masih banyak wajib pajak peserta Amnesty Pajak yang belum seluruhnya mengungkapkan harta sesuai dengan kondisi sebenarnya dan masih banyak wajib pajak pada 2016 sampai dengan 2020 tidak melaporkan seluruh penghasilan.
Kalo kita lihat latar belakang tersebut, maka kedua belah pihak seharusnya akan diuntungkan, baik Ditjen Pajak maupun wajib pajak, salah satunya bagi wajib pajak yang mengikuti PPS Kebijakan I tidak akan diterbitkan sanksi administrasi PPh Final ditambah sanksi 200 persen.
Dan bagi wajib pajak yang mengikuti PPS Kebijakan II tidak diterbitkan Ketetapan Pajak atas kewajiban perpajakan tahun pajak 2016 sampai dengan 2020 sesuai dengan pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2021 bisa kita lihat bahwa wajib pajak yang mengikuti program PPS akan mendapatkan manfaat tidak diterbitkan Ketetapan Pajak 2016 s.d 2020 suatu bonus pajak yang seharusnya layak untuk diperhitungkan oleh wajib pajak.
Dalam pengertiannya program Pengungkapan Sukarela adalah pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi melalui pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapkan harta.
Melalui program itu, wajib pajak dimaafkan atas "Kesalahan masa lalu" sejak mengikuti program Amnesty Pajak melalui PPS Kebijakan 1 atau selama 5 tahun perjalanan kita sebagai wajib pajak sejak 2016-2020.
Melalui PPS Kebijakan 2, kesalahan karena tidak seluruhnya harta diungkapkan ketika mengikuti program Amnesti Pajak dan atau kesalahan karena tidak melaporkan seluruh penghasilan yang kita peroleh dalam SPT Tahunan PPh selama 2016 s.d 2020, kesalahan itu dihapuskan dengan cara hanya mengungkapkan harta yang belum kita laporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Nah kalo harta yang belum diungkapkan wajib pajak tinggal sedikit, maka tentu lebih menguntungkan wajib pajak kalo mengikuti program ini.
*Marilah kita berhitung,
Boleh saya ilustrasikan untuk PPS Kebijakan 2 sebagai berikut : Apabila kita sebagai wajib pajak pengusaha hanya melaporkan pajak kurang dari yang sebenarnya (misalnya hanya lapor 40 persen sampai dengan 60 persen penghasilan), dan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (bayar pajak 0,5 persen dari Omzet) maka kita akan mendapatkan hitungan sebagai berikut :

* Terus bagaimana PPS mengatasi masalah ini? PPS kah Solusinya?
Marilah kita pertimbangkan, apabila wajib pajak ternyata masih mempunyai harta yang belum dilaporkan di SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020, katakanlah berupa mobil (deklarasi harta dalam negeri) yang diperoleh tahun 2017 senilai Rp100 juta dan untuk membeli mobil tersebut wajib pajak mengambil hutang dari bank sebesar Rp60 juta dan saldo pokok utang di bank per 31 Desember 2020 senilai Rp40 juta maka kita akan mendapati perhitungan sebagai:
Tarif PPS Deklarasi Harta Dalam Negeri x Harta Bersih
14% x (Rp100 juta-Rp40 juta)
14% x Rp60 juta =Rp8,4 Juta
Maka apabila wajib pajak ikut PPS kebijakan 2, wajib pajak hanya membayar sejumlah Rp8,4 juta dengan kasus seperti di atas tentu wajib pajak akan memilih membayar Rp8,4 juta dari pada pembetulan SPT senilai Rp19,88 juta, sehingga secara finansial akan lebih menguntungkan dengan mengikuti program ini daripada pembetulan SPT Tahunan, ditambah tidak akan diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai ketentuan.
Berdasarkan data dari website Ditjen Pajak tercatat bahwa, Surat Keterangan Pengungkapan Harta sebanyak 176.417 harta yang diungkapkan melalui program PPS sebesar Rp344,082 triliun.
Selain itu, melalui program Pengungkapan Sukarela, negara melalui Ditjen Pajak juga memperoleh uang tebusan sebesar Rp34,666 triliun dengan nilai deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi sebesar Rp297,405 triliun, deklarasi harta luar negeri Rp32,345 triliun dan harta yang diinvestasikan sebesar Rp14,328 triliun.
Sayangnya program tersebut tinggal tiga hari lagi, atau akan berakhir pada 30 Juni 2022 dan yang mengikuti program tersebut secara nasional sebanyak 143.774 wajib pajak hingga 26 Juni 2022. Saya tidak tahu apakah anda termasuk di dalamnya, Semoga.
Penulis adalah Penyuluh Pajak di KPP Pratama Mataram Barat