Jaksa koordinasi bersama Polda NTB terkait korupsi kredit fiktif BPR
Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah berkoordinasi dengan Unit Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat dalam penanganan kasus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cabang Batukliang.
Kepala Seksi Pidsus Kejari Lombok Tengah Bratha Hariputra yang ditemui di Mataram, Jumat, mengatakan bahwa koordinasi ini merupakan bagian dari upaya kejaksaan dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan kredit fiktif BPR yang mencatut nama 199 anggota Polri.
"Jadi, berkas penyidikan kasus ini kami buka lagi dan lanjutkan. Langkah awalnya itu koordinasi dengan bagian Tipidter Polda NTB," kata Bratha.
Ia tidak menyebutkan tujuan dari koordinasi itu, namun meyakinkan bahwa koordinasi ini berkaitan dengan munculnya Made Sudarmaya sebagai saksi di persidangan. Made Sudarmaya adalah anggota Polri yang diduga sebagai dalang penyebab terjadinya kredit fikif pada BPR Cabang Batukliang yang mengakibatkan kerugian negara Rp2,38 miliar.
Dalam kesaksiannya pada persidangan Agus Fanahesa dan Johari, dua terdakwa yang berasal dari BPR Cabang Batukliang, Made Sudarmaya telah mengakui dirinya yang mengajukan kredit ke BPR Cabang Batukliang dengan mencatut nama 199 anggota Polri.
Pengajuan kredit tersebut terjadi dalam periode 2014 hingga 2017 ketika Made Sudarmaya menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB. Dari keterangan Made Sudarmaya terungkap ada lima anggota Polri lainnya yang turut terlibat dalam pencatutan nama anggota Polri untuk pengajuan kredit tersebut.
Ketika kasus itu berjalan di proses penyidikan, Made Sudarmaya sekali pun tidak pernah memenuhi panggilan jaksa untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Hal itu yang kemudian menjadi dasar kejaksaan mengatur strategi penyidikan dengan melimpahkan lebih dahulu berkas perkara Agus Fanahesa dan Johari ke Pengadilan Tipikor Mataram.
Bratha pun mengakui bahwa pihaknya belum bisa menentukan siapa yang akan menanggung beban uang pengganti kerugian negara karena peran dari dua terdakwa berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan munculnya kerugian negara.
Dengan munculnya Made Sudarmaya di persidangan, Bratha optimistis dalam proses pengembangan kasus ini akan terungkap seluruh peran yang terlibat, termasuk pihak yang akan menanggung beban uang pengganti kerugian negara serta yang turut menikmati dari pencairan kredit fiktif tersebut.
Dalam perkara ini, Johari menjadi terdakwa bersama Agus Fanahesa. Johari berperan sebagai Account Officer pada BPR Cabang Batukliang, sedangkan Agus Fanahesa saat itu menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang.
Baca juga: Hakim minta jaksa menghadirkan kembali dalang korupsi BPR Rp2,38 miliar
Baca juga: BPR Kanti gelar seminar nasional bertema "Menggugat dan Menjadi Tergugat dengan Keyakinan Menang"
Keduanya didakwa turut terlibat pencairan kredit fiktif 199 anggota Polri hingga menimbulkan kerugian Rp2,38 miliar. Kerugian itu muncul dalam periode pencairan kredit pada 2014 hingga 2017.
Kedua terdakwa dijerat pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kepala Seksi Pidsus Kejari Lombok Tengah Bratha Hariputra yang ditemui di Mataram, Jumat, mengatakan bahwa koordinasi ini merupakan bagian dari upaya kejaksaan dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan kredit fiktif BPR yang mencatut nama 199 anggota Polri.
"Jadi, berkas penyidikan kasus ini kami buka lagi dan lanjutkan. Langkah awalnya itu koordinasi dengan bagian Tipidter Polda NTB," kata Bratha.
Ia tidak menyebutkan tujuan dari koordinasi itu, namun meyakinkan bahwa koordinasi ini berkaitan dengan munculnya Made Sudarmaya sebagai saksi di persidangan. Made Sudarmaya adalah anggota Polri yang diduga sebagai dalang penyebab terjadinya kredit fikif pada BPR Cabang Batukliang yang mengakibatkan kerugian negara Rp2,38 miliar.
Dalam kesaksiannya pada persidangan Agus Fanahesa dan Johari, dua terdakwa yang berasal dari BPR Cabang Batukliang, Made Sudarmaya telah mengakui dirinya yang mengajukan kredit ke BPR Cabang Batukliang dengan mencatut nama 199 anggota Polri.
Pengajuan kredit tersebut terjadi dalam periode 2014 hingga 2017 ketika Made Sudarmaya menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB. Dari keterangan Made Sudarmaya terungkap ada lima anggota Polri lainnya yang turut terlibat dalam pencatutan nama anggota Polri untuk pengajuan kredit tersebut.
Ketika kasus itu berjalan di proses penyidikan, Made Sudarmaya sekali pun tidak pernah memenuhi panggilan jaksa untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Hal itu yang kemudian menjadi dasar kejaksaan mengatur strategi penyidikan dengan melimpahkan lebih dahulu berkas perkara Agus Fanahesa dan Johari ke Pengadilan Tipikor Mataram.
Bratha pun mengakui bahwa pihaknya belum bisa menentukan siapa yang akan menanggung beban uang pengganti kerugian negara karena peran dari dua terdakwa berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan munculnya kerugian negara.
Dengan munculnya Made Sudarmaya di persidangan, Bratha optimistis dalam proses pengembangan kasus ini akan terungkap seluruh peran yang terlibat, termasuk pihak yang akan menanggung beban uang pengganti kerugian negara serta yang turut menikmati dari pencairan kredit fiktif tersebut.
Dalam perkara ini, Johari menjadi terdakwa bersama Agus Fanahesa. Johari berperan sebagai Account Officer pada BPR Cabang Batukliang, sedangkan Agus Fanahesa saat itu menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang.
Baca juga: Hakim minta jaksa menghadirkan kembali dalang korupsi BPR Rp2,38 miliar
Baca juga: BPR Kanti gelar seminar nasional bertema "Menggugat dan Menjadi Tergugat dengan Keyakinan Menang"
Keduanya didakwa turut terlibat pencairan kredit fiktif 199 anggota Polri hingga menimbulkan kerugian Rp2,38 miliar. Kerugian itu muncul dalam periode pencairan kredit pada 2014 hingga 2017.
Kedua terdakwa dijerat pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.