Mataram 11/2 (ANTARA) - "Saya merasa lebih nyaman menjadi tukang kawin suntik sapi ketimbang bekerja di Malaysia, hasilnya lumayan dan tidak perlu meninggalkan keluarga," kata Ahmad Muzanni (35), seorang inseminator di Kecamatan Pringgasela mengenang pengalaman masa lalunya ketika menjadi TKI ilegal di Malaysia.
Pria bertubuh ramping itu mengaku pernah bekerja sebagai penjaga hotel di Malaysia selama beberapa tahun. Namun sebelumnya ia pernah dikejar-kejar petugas imigrasi di negeri jiran itu ketika bekerja sebagai TKI ilegal.
Ia mengaku pernah dikejar-kejar petugas imigrasi di Malaysia, karena masuk dan bekerja secara ilegal di perkebunan kelapa sawit di negeri jiran. Bahkan ia sempat dibuang ke Sumatera, namun karena tekadnya mengubah nasib ia kembali masuk ke negera tetangga itu secara gelap.
Berkat perjuangannya yang pantang menyerah pada 1990, bapak dari dua anak ini kemudian mendapat pekerjaan sebagai petugas pengamanan atau security sebuah hotel di Malaysia dan kebetulan pemilik hotel membantu membuatkan Identity Card (IC) atau sejenis kartu tanda penduduk (KTP).
"Setelah mengantongi IC saya bisa bekerja dengan tenang di negeri jiran itu dan hasil bekerja sebagai petugas kemanan hotel saya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Setelah pulang uang itu saya belikan tujuh ekor sapi," katanya.
Ketika itu usia Muzanni baru berusia 17 tahun, namun harus berhadapan dengan beratnya perjuangan sebagai TKI ilegal di negeri jiran itu. Bahkan ia pernah mendekam di tahanan, karena masuk dan bekerja secara gelap di Malaysia.
Itulah sepenggal kisah pilu yang dirasakan Muzanni ketika mengais rezeki sebagai TKI di negara tetangga itu. Karena itu ia memilih bekerja di kampungnya sebagai inseminator sambil menggarap lahan pertanian warisan dari orang tuanya.
"Saya merasa lebih tenang dan nyaman bekerja sebagai tukang kawin suntik sapi atau inseminator, karena bisa selalu dekat dengan anak istri dan bisa bekerja sambilan sebagai petani. Hasilnya juga lumayan," katanya.
Mengenai pekerjaan barunya itu Muzanni menuturkan uang hasil jerih payahnya selama bekerja di Malaysia dikumpulkan kemudian dibelikan 10 ekor sapi dan kebetulan saat itu ada permintaan untuk mengikuti pelatihan inseminasi buatan yang dilaksanakan oleh Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Provinsi NTB.
"Kesempatan itu saya manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menimba ilmu tentang teknik inseminasi. Hasil pelatihan selama 20 hari itu kemudian saya praktekkan pada sapi milik saya dan ternyata cukup berhasil," kata Muzanni mengenang masa lalunya.
Bagi mantan TKI ilegal itu pekerjaan sebagai inseminator ternyata cukup menguntungkan, karena ia sudah banyak mendapat "langganan" para peternak yang berminat mengawin suntukkan sapi mereka dengan semen buatan yang diproduksi BIBD NTB.
Sejatinya sejalan dengan program unggulan NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang digalakkan Pemerintah Provisi NTB minat masyarakat untuk memanfaatkan semen buatan tersebut cukup tinggi dan ini merupakan peluang bagi para inseminator di provinsi yang juga dikenal sebagai lumbung ternak nasional ini.
Keberhasilan Muzanni dalam melakukan kawin suntik pada sapi miliknya menarik minat para peternak di sekitar kampungnya untuk memanfaatkan jasanya melakukan inseminasi. Karena itu ia memutuskan untuk menekuni pekerjaan baru itu.
"Untuk inseminasi satu ekor sapi betina jenis sapi Bali saya mendapat upah Rp50.000, sedangkan kalau sapi jenis simental lebih tinggi Rp150.000. Paling tiga kali inseminasi Insya Allah berhasil. Kadang-kadang saya dipanggil peternak tengah malam, karena saat itu induk sedang birahi," katanya.
Muzanni mengaku bisa melayani kawin suntik 30 hingga 40 per bulan dan penghasilan yang diperoleh mencapai Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per bulan. Bahkan ketika ramai bisa mencapai Rp3 juta per bulan
Saat ini pihaknya lebih banyak melayani permintaan peternak untuk melakukan inseminasi dan ternyata tingkat keberhasilannhya cukup tinggi, sehingga semakin banyak yang meminta untuk dilakukan kawin suntik.
"Saya membutuhkan perlatan inseminasi terutama kontainer untuk menyimpan semen beku, selama ini saya terpaksa menyimpan semen beku di kontainer milik inseminator lain dan ini cukup merepotkan, karena ketika ada panggilan dari peternak untuk melakukan inseminasi saya harus mengambil semen beku yang lokasinya cukup jauh," katanya.
Karena itu, Muzanni telah mengajukan permohonan untuk diberikan bantuan kontainer guna lebih memudahkannya dalam memberikan pelayanan kepada peternak ketika dibutuhkan.
Dari hasilnya mengais rezeki sebagai tukang menyuntikkan "sperma" sapi itu kondisi kehidupannya semakin membaik. Ia bisa membiayai dua anaknya. Bahkan kini ia bisa kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Lombok Timur.
Muzanni tidak sendirian mendapatkan "berkah" dari program unggulan NTB BSS. Setidaknya 217 orang peternak yang melakoni pekerjaan sebagai inseminator di provinsi yang dikenal dengan julukan Bumi Gora ini.
BIBD NTB menilai Muzanni cukup berhasil dalam menerapkan ilmu yang diperolehnya selama pelatihan kendati ia masih tergolong baru. Ini terbukti semakin banyak peternak yang memanfaatkan jasanya untuk melakukan inseminasi.
Kepala BIBD NTB AW Nasrudin mengatakan permohonan bantuan kontainer dari inseminator tersebut telah disetujui dan akan diserahkan dalam waktu dekat.
"Kami telah menyetujui permintaan bantuan kontainer untuk tempat penyimpanan semen beku tersebut mungkin dalam dua atau tiga hari ini akan diserahkan. Kontainer merupakan salah satu fasilitas penting yang harus dimiliki inseminator agar semen beku bisa disimpan dengan baik," katanya.
Peluang untuk menjadi inseminator nampaknya masih terbuka, karena hingga kini di NTB kekurangan tenaga inseminator. Jumlah inseminator saat ini sebanyak 217 orang, sekitar 80 persen berada di Pulau Lombok, hanya 20 persen di Pulau Sumbawa.
"Idealnya setiap satu orang inseminator melayani satu desa. Namun kenyataan sekarang satu orang menangani beberapa desa. Oleh karena itu, kita akan terus berupaya melatih masyarakat, terutama peternak, untuk menjadi inseminator yang profesional," katanya.
50.000 dosis
BIBD NTB juga baru memiliki tujuh orang tenaga "laboran" atau petugas laboratorium inseminasi buatan yang bertugas memproduksi semen beku.
Kendati demikian BIBD NTB mampu produksi 50.000 dosis semen beku setiap tahun, namun yang terserap oleh peternak relatif sedikit sebanyak 8.000 dosis.
Semen beku yang dihasilkan berasal dari sperma sapi pejantan yang telah diseleksi secara ketat, sehingga sapi yang lahir juga berkualitas dari sisi genetik dan performa.
"Tingkat keberhasilan menggunakan semen beku yang diproduksi BIBD cukup tinggi 1,4 services per point (s/c), artinya rata-rata tiga kali inseminasi akan berhasil. Selain itu kita juga sudah mampu memisahkan sperma yang menghasilkan sapi jantan dan betina yang dikenal dengan istilah seinseminator profesional," katanya.
Dengan menggunakan semen beku sexing, menurut Nasrudin, bisa ditentukan apakah akan memilih anak sapi yang akan lahir jantan atau berita. Kalau menginginkan sapi jantan maka yang disubntikkan adalah sperma sapi jantan, demikian sebaliknya kalau yang diinginkan anak sapi betina bisa disuntikkan spema betina.
"Kami menjamin semen beku yang diproduksi akan menghasilkan sapi berkualitas baik karena terseleksi secara genetik maupun performa. Kita juga telah mampu memproduksi semen beku sexing," ujarnya.
Sehubungan dengan masih banyaknya semen beku yang tidak terserap, Pemerintah Provinsi NTB pada 2013 akan menawarkan semen beku kepada provinsi lain karena produksi melebihi kebutuhan para peternak di daerah ini.
"Kami menawarkan semen beku untuk dibeli provinsi lain, karena produksi cukup banyak dan melampaui kebutuhan. Selain itu kami juga mampu memproduksi semen beku "sexing", yakni permisahan antara semen beku dari sperma sapi jantan dan betina dan nonsexing atas bimbingan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)." katanya.
Produksi semen beku sexing, menurut Nasrudin, untuk mendukung program memperbanyak induk atau sapi bibit, selain itu sapi pejantan untuk usaha penggemukan dan meningkatkan produksi daging, terutama dalam upaya mendukung program unggulan NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS).
"Hingga kini baru BIBD NTB yang memproduksi semen beku sexing untuk mendukung program NTB BSS, terutama terkait dengan upaya memperbanyak jumlah induk sapi di NTB," katanya.
Hal tersebut tertuang dalam cetak biru NTB BSS, yakni meningkatkan jumlah induk dari 38 persen menjadi 44 persen dari populasi sapi sebanyak 1 juta ekor lebih pada 2013 .
Menurut dia, hingga kini populasi sapi betina produktif atau induk baru tercapai 42 persen. Pada akhir 2013 diharapkan bisa mencapai 44 persen dari seluruh populasi sapi di NTB.
"Keberhasilan semen beku sexing sudah itu dibuktikan dengan tingkat keberhasilan 90 persen sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan hasilnya dipamerkan pada acara panen pedet 12 Desember 2012 di Banyumulek, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat," ujarnya.
Terkait dengan program unggulan NTB BSS, Pemerintah Provinsi NTB menargetkan populasi sapi sebanyak 1.032.500 ekor, tercapainya grade A dan B sapi, serta swasembada daging untuk menunjang ketahanan pangan nasional sebanyak 16.400 ton.
Selain itu terbangunnya pabrik pakan di sentra produksi dengan potensi pupuk 5,02 juta ton, berkembangnya industri hilir peternakan, mendukung pengembangan pariwisata, dan penyerapan tenaga kerja hingga 344.000 orang, dan dengan program NTB BSS mampu meningkatkan pendapatan peternak Rp1,1 triliun serta produksi kulit 60.250 lembar.
Program unggulan NTB BSS yang diluncurkan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi dan Wakil Gubernur H Badrul Munir empat tahun lalu, tepatnya pada 17 Desember 2009 itu merupakan "berkah" bagi sebagian masyarakat di "Bumi Gora" terutama yang menekuni profesi sebagai inseminator. (*)