Laura Lazarus `Inspirational Woman` yang Terus Berkarya

id Laura Lazarus

Laura Lazarus `Inspirational Woman` yang Terus Berkarya

Laura berpose usai menjadi pembicara dalam acara bedah buku di perpustakaan MPR RI (Ist)

Terperangkap dalam kondisi hidup-mati dan beberapa bagian tubuhnya tercabik luka setelah sebuah pesawat mengalami kecelakaan dahsyat pada 2004, sempat membuat Laura Lazarus terkungkung dalam ketidakberdayaan serta dicekam keputusasaan yang nyaris tak berhujung.

Kecelakaan itu, kata Laura, terjadi saat dirinya sedang bertugas sebagai pramugari. Pesawat itu mengalami kecelakaan saat hendak mendarat di Bandara Udara Adi Sumarmo, Solo, dan kemudian berhenti di atas kuburan, bertepatan ketika hujan sedang mengguyur deras.

Laura menyaksikan sendiri bagaimana kapten, kru pesawat dan puluhan penumpang meninggal seketika. Sahabat dekat yang duduk di sebelah Laura, juga meninggal dengan kondisi amat mengenaskan.

"Dalam kondisi setengah sadar, aku merasakan sakit yang begitu menyengat di sekujur tubuh. Deraan rasa sakit ini begitu hebat, sehingga aku tak sanggup menentukan bagian tubuh mana yang terasa paling sakit. Wajahku basah dan aku mencium bau anyir darah. Kepalaku terasa berat sekali," kata Laura, mengisahkan masa-masa kecelakaan hebat yang dialaminya, yang dalam sekejab mengubah arus hidupnya.

Helaan waktu yang bergulir kemudian, serasa melangkah begitu lamban. Laura menjalani masa-masa pengobatan nyaris tanpa batas waktu, hingga nyaris menenggelamkan kesabarannya. Di antara helai kesabarannya yang masih tersisa, Laura mencoba mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Kedekatan kepada Tuhan yang kian menguat, disertai dukungan dari ibunda serta keluarga terdekat, perlahan-lahan membuat Laura mulai bangkit dari rasa ketidakberdayaan.

Di sisi lain, walaupun mengalami penderitaan fisik tiada terkira karena tulang pipi sebelah kanannya remuk dan dagingnya tercabik, pundak sebelah kanan bergeser dari pangkalnya, pinggang dan tulang betis kanan patah, Laura tidak pernah menyesali keputusannya untuk memilih pekerjaan sebagai pramugari. Itu memang jalan yang dipilihnya, setelah Laura melewati serangkaian episode kehidupan yang tak henti dirundung kesusahan.

"Kehidupanku di masa kecil sangat sulit. Kami sekeluarga mengalami kesulitan keuangan, orang tuaku banyak hutang. Sekolah jadi susah dijalani karena minimnya biaya. Tetapi bukan kesulitan ekonomi yang perasaanku tercekam, justru karena sikap keras papa terhadap mama, yang membuatku memberontak," ujar Laura dengan ekspresi muram.

Kesulitan ekonomi ini, yang mendorong Laura untuk berpikir bagaimana cara mendatangkan uang secara cepat agar dapat membantu kesulitan keuangan yang membelit keluarganya, sehingga ia pun mencanangkan cita-cita untuk menjadi pramugari. Laura pun sangat antusias memperjuangkan cita-citanya. Tak perduli berapa kali lamaran kerjanya ditolak, Laura terus mencoba dan berusaha semaksimal mungkin, hingga akhirnya kabar menggembirakan itu datang. Laura diterima sebagai pramugari sebuah perusahaan penerbangan swasta di Tanah Air.

Sempat terhanyut dalam gaya kehidupan seorang pramugari dalam gelimang kemewahan, namun tidak kunjung mendapatkan kebahagiaan, Laura sempat berkeinginan menghabisi nyawanya. Niat itu tidak terlaksana, ketika kemudian dia mengalami kecelakaan kecil di Palembang pada awal 2004. Kecelakaan itu sempat menyadarkan tentang kemahakuasaan Tuhan. Sayangnya, itu hanya sesaat. Laura kembali digulung kehidupan yang sarat kesenangan duniawi, hingga kecelakaan tragis pada November 2004, nyaris membuatnya kembali selama-lamanya kepada Tuhan.


                           Kazoku

Pascakecelakaan, Laura menjalani lebih dari 15 kali operasi wajah serta pencangkokan daging dari bagian-bagian tubuh. Laura pun harus menjalani operasi pemotongan dan penyambungan tulang di kaki kanan. Kejadian demi kejadian itu membuat matanya terbuka tentang arti sebuah ketegaran.

Kelumpuhan yang dijalani selama sekitar enam bulan dan harus bergantung pada kursi roda selama setahun, membuat Laura tersadar akan arti penting seorang ibu. Seorang perempuan yang melahirkan dirinya, yang ketika dia dalam kondisi tidak berdaya, sang ibulah yang tiada letih mendampingi dan tiada kunjung lelah memberikan dorongan semangat kepada Laura.

"Aku akhirnya menyadari satu hal, bahwa Tuhan merancang hidupku dengan indah, dan tidak ada satupun rancangan-Nya yang buruk. Ini yang jadi titik awal kebangkitanku," ujar wanita kelahiran Jakarta ini.

Kebangkitan Laura, salah satunya diwujudkan dengan menulis buku berjudul `Unbroken Wings` yang mengisahkan kehidupan masa kecilnya yang dijalani dengan hari-hari yang sarat cobaan, berlanjut lantunan cerita tatkala menggapai mimpi menjadi pramugari, hingga terjadinya kecelakaan tragis, pengobatan yang kemudian tiada henti mengiringi, serta kesadaran tentang skenario indah yang tengah dipersiapkan Tuhan untuknya. Penulisan buku menghabiskan10 hari dan proses pengerjaannya memakan waktu tidak kurang dari satu setengah bulan.

Kesadaran tentang kasih sayang Tuhan, membuat Laura tiada gamang lagi menapaki kehidupan. Setelah `Unbroken Wings`, wanita ini melanjutkan menulis kisah hidupnya yang diberi judul `The New Unbroken Wings`, dan karyanya yang terbaru yang beredar pada September 2014 adalah `Kazoku`. Berbeda dengan buku pertama yang penulisannya hanya butuh waktu 10 hari, proses menulis buku Kazoku berlarut-larut hingga lima tahun.

"Tidak jarang ketika aku ada di depan komputer untuk menulis, apa yang ada di kepala langsung `blank`, akan tetapi setelah kusadari belakangan ini ternyata kendala paling besar adalah malas dan tidak disiplin. Menulis itu adalah latihan, semakin hari akan semakin baik jika terus diasah, jadi kunci untuk penulisan yang baik adalah menulis, menulis, menulis dan terus menulis setiap hari," ucapnya.

Salah satu latar belakang terbesar bagi Laura untuk terus berkarya dan menulis buku, sebagai wujud penggambaran kerinduan batinnya untuk menceritakan kebaikan Tuhan.

"Aku juga pernah bernazar `jika Tuhan mengizinkan kakiku tidak diamputasi dan aku masih memakai kakiku untuk melangkah di mana pun kulangkahkan kakiku, aku akan menceritakan kebaikan Engkau. Dan menceritakan kebaikan Tuhan, salah satunya adalah dengan menulis," kata anak sulung dari dua bersaudara ini.

Menulis, kini menjadi bagian tidak terpisahkan bagi Laura. Untuk menunjang kreativitasnya, Laura sengaja mendirikan penerbitan Growing Publishing. Baginya, berbagi tentang pengalaman hidup dan menjadi suratan terbuka bagi banyak orang, bertujuan agar lebih banyak jiwa yang dipulihkan dan dimenangkan. Laura lebih senang menulis nonfiksi, yang idenya berdasarkan kisah nyata dalam kehidupan.

"Papaku pernah berpesan: lebih baik mendengar daripada banyak bicara. Dan di Growing Publishing ini aku banyak bertumbuh. Tidak ada hal yang paling menyenangkan selain mengerjakan yang kita sukai. Apalagi aku merasakan sangat banyak diberkati melalui buku `Unbroken Wings` dan mujizat Tuhan yang terjadi padaku sungguh ajaib," ujarnya.

Meski masih mengutamakan naskah-naskah karyanya sendiri, Laura tidak menepis kemungkinan untuk memberi peluang bagi penulis lain untuk menerbitkan buku di Growing Publishing. Akan tetapi, Laura akan melihat motivasi dan tujuan dari penulisnya terlebih dahulu, yakni untuk apa buku itu diterbitkan. Kalau memang naskah yang dikirimkan layak untuk diterbitkan, dengan senang hati meskipun tidak bisa menulis dengan baik, Growing Publishing akan membantu proses penulisannya.

"Untuk profesi, aku tetap senang dengan kegiatan sebagai penulis dan mengelola usaha penerbitan. Tapi sesekali aku juga melakukan kegiatan menyanyi, sebagai bagian dari apa yang bisa kulakukan untuk Tuhan," ujar Laura.

Terhadap beragamnya kisah hidupnya, Laura tidak mencanangkan dirinya suatu saat menjadi seorang motivator. Wanita itu justru lebih menyukai sebutan sebagai `inspirational woman`, terutama pada saat-saat ketika dirinya berbagi pengalaman mengenai warna-warni kehidupan yang telah dilakoni, hingga melabuhkannya pada kesadaran tentang keindahan kasih sayang Tuhan.


                            NDE (Near Death Experience)

Buku selanjutnya yang tengah dikerjakan Laura adalah menceritakan detil mengenai apa yang dialaminya ketika dirinya mengalami masa antara hidup dan mati, atau mati suri. Buku yang direncanakan diterbitkan akhir tahun ini, diberi judul: `NDE (Near Death Experience)`.

Penggalan prolog NDE ditulis Laura untuk menggambarkan betapa peristiwa kecelakaan itu tidak pernah tertanggal dari pikirannya: Ya Tuhan, ada apa ini? Ini tidak seperti biasanya. Seharusnya saat ini pesawat sudah mendarat dengan baik di Bandara Udara Adi Sumarmo, Solo, dan aku sedang memberikan salam kepada para penumpang agar turun dari pesawat, karena penerbangan telah berakhir dan sampai ke tujuan. Biasanya, aku merasa senang saat melihat wajah-wajah para penumpang yang tersenyum, karena telah tiba di kota tujuan dengan selamat.

Bagiku, senyuman mereka menandakan mereka senang dan puas menjalani penerbangan bersama kami, dan aku adalah salah satu pramugari yang bertugas melayani mereka. Ini bagian dari kebangganku karena dapat melayani mereka dengan baik. Melihat senyuman mereka, aku pun dapat bernapas lega karena akhirnya tugasku selesai. Namun pada hari itu, aku tak pernah melihat senyuman gembira para penumpang.

"Begitulah bagian prolog yang kutulis. Aku berharap selalu bisa menulis untuk dapat mengabarkan tentang kebaikan Tuhan. Harapanku yang lain adalah ingin sembuh dan kembali berjalan, agar lebih maksimal lagi menggunakan kesempatan kedua yang Tuhan berikan, hingga akhir hidup menutup mata aku sudah menyelesaikan garis akhirku dengan baik. Dan walau sulit bagiku untuk berjalan, namun keadaan tidaklah menghalangi imanku untuk berlari," ucap Laura, yang sering diminta tampil untuk membagi kisah hidup dan kasih Tuhan di berbagai pedalaman Nusantara hingga ke mancanegara.

*) Penulis buku dan artikel