"Saya tidak bisa membayangkan mengapa Allah menciptakan saya untuk merasakan kehilangan dan kesepian yang sedemikian rupa. Saya bertanya-tanya apakah Dia sedang menghukum saya, atau apakah Dia bahkan menyadari keberadaan saya. Apakah aku ini sebuah kekeliruan? Bagaimana Allah yang mengasihi seluruh anak-Nya bisa begitu kejam?"
Ungkapan kalimat di atas, adalah ungkapan kegundahan penulis buku, motivator sekaligus penginjil Nick Fujicic, pada masa-masa ketika usianya menginjak remaja, dan dia tengah bergulat dengan tumpang tindih pikiran gelap terkait kondisi tubuhnya yang tidak sempurna. Ungkapan itu tertuang dengan syahdu pada buku Unstoppable, yang merupakan karya Nick setelah Life Without Limits.
Tidak bermaksud berkeluh kesah menumpahkan kegundahan, Nick justru ingin mengajak pembaca untuk `bangkit` dari badai keterpurukan akibat beban permasalahan dalam kehidupan, dan setelahnya menjadi benderang dengan menjadikan keimanan sebagai lentera penerang di hari-hari kelam.
Tindakan keimanan, menjadi titik perhatian utama Nick untuk memberi kesadaran pada pembaca betapa indah hidup dalam kesadaran nyata bahwa dalam kondisi apapun, Tuhan akan hadir, dengan cara-cara yang sering kali tidak terduga.
Buku setebal 277 halaman ini tidak bermaksud menggurui pembaca agar mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, namun justru mencoba membuka hati bagi siapapun melalui kisah-kisah positif dan inspiratif yang telah dialami sendiri oleh Nick, atau orang-orang di dekatnya.
Seberat apapun beban permasalahan, entah terkait krisis pribadi, diskriminasi, ketidakseimbangan jiwa-raga-hati dan masalah kesehatan serta cacat tubuh, Nick mendeskripsikan dengan cara yang luar biasa menyentuh. Selanjutnya, serahkanlah segalanya dengan mempercayai kasih agung Tuhan. Bahwa Tuhan memiliki alasan dan rencana tersendiri, sehingga seseorang diciptakan oleh-Nya.
Tindakan yang didasarkan pada keimanan, diperlihatkan Nick dengan begitu menggugah pada bab pertama, ketika lelaki kelahiran Kota Melbourne itu menghadapi masalah dengan petugas Kedubes Amerika Serikat di Mexico City. Nama Nick ditandai sebagai bagian dari penyelidikan, berkaitan dengan begitu seringnya dia bepergian keliling dunia.
Visa Nick tidak bisa diterbitkan, padahal dia memiliki daftar panjang berisi janji untuk menjadi pembicara di Amerika Serikat. Meski Nick menjelaskan pekerjaannya, tanggung jawab terhadap anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang bekerja padanya, petugas itu bersikukuh dengan sikapnya.
Nick tidak bisa memasuki wilayah Amerika Serikat dalam tempo kurang lebih satu bulan ke depan, untuk menunggu proses penyelidikan diselesaikan.
Merasa sudah tak bisa lagi memberi penjelasan kepada petugas, Nick kembali ke hotel, menelepon sejumlah orang untuk meminta pertolongan, dan memohon dukungan dengan mulai membentuk sebuah rantai doa.
Setelah permohonan disebarluaskan, dalam rentang waktu satu jam kemudian, sebanyak 150 orang bersama-sama memanjatkan doa guna mendapatkan jawaban atas permasalahan Nick. Tak disangka-sangka, tiga jam berselang, petugas Kedubes Amerika Serikat mengabarkan jika penyidikan telah usai, dan Nick bisa mengambil visanya yang telah diperbarui keesokan paginya. Lelaki itu tidak habis-habisnya mensyukuri dan menyebutkan bahwa kejadian itu merupakan kuasa dari tindakan iman.
Pada bab-bab berikutnya, Nick lagi-lagi mempertunjukkan wujud kuasa dari tindakan keimanan. Ketika menghadapi kebangkrutan karena bisnisnya jatuh dalam utang sebesar 50.000 dolar AS, rasa percaya diri Nick mendadak jatuh ke titik terendah.
Pada masa-masa tak berdaya ini, Nick mendapat secercah cahaya ketika membaca kisah tentang Phil Toth dari La Jolla, California, di sebuah situs. Phil yang baru berusia 22 tahun, mendadak didiagnosis mengalami `amyotrophic lateral sclerosis` (ALS), yang menghancurkan sel-sel syaraf motorik di otak dan tulang belakang, serta menyebabkan kondisi ototnya merosot.
Senantiasa terbaring dan menanggung kesakitan yang luar biasa, Phil justru tidak luluh dalam belenggu penyakitnya. Melalui situsnya, Phil malah memberikan penghiburan, semangat dan inspirasi bagi orang-orang yang menderita penyakit yang mematikan dan melemahkan, seperti yang ditanggungnya. Phil kemudian fokus melakukan tindakan untuk mendorong orang lain berdoa dan mempercayai keberadaan Tuhan.
Melalui kisah-kisah yang dialaminya serta orang lain, mengenai langkah-langkah bangkit dari badai keterpurukan setelah terhempas permasalahan, Nick mengharapkan apa yang ditulisnya dapat membantu dan mengilhami pembaca untuk dapat menghadapi apapun tantangan yang dihadapi.
Meski kental dengan kisah inspiratif yang diharapkan agar menjadi ilham bagi seseorang supaya bangkit dari hadangan kesulitan hidup, Nick juga menuliskan romantisme percintaan yang dilewatinya bersama seorang gadis bernama Kanae Miyahara.
Pergumulan perasaan dialami Nick setelah bertahun-tahun terkungkung dalam rasa sepi dan ketidakpastian, karena merasa ragu, adakah seseorang yang mau menerima dirinya yang terlahir tanpa memiliki tangan dan tungkai. Adakah seseorang yang berbagi hidup dengannya, padahal sudah jelas-jelas untuk sekedar memelukpun, Nick tidak mampu melakukannya. Namun, kembali mukjizat Tuhan teranugerah begitu indahnya, dan akhirnya menyatukan hati Nick dan Kanae.
Keseimbangan Hidup
Nick Vujicic dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kota Melbourne pada 4 Desember 1982. Terlahir dengan kondisi fisik tanpa kedua tangan dan kaki, hanya memiliki sebuah telapak kaki kecil di dekat pinggul kirinya, kehadiran Nick sempat membimbangkan hati kedua orang tuanya, Boris dan Dushka Vujicic.
Mereka sempat bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan kesalahan yang telah mereka perbuat, hingga Nick terlahir dengan kondisi demikian.
Kebimbangan itu tidak berlangsung lama. Orang tua Nick kemudian justru mensyukuri kehadiran Nick, dan mulai mendidiknya agar bisa bersikap mandiri agar tidak bergantung pada orang lain. Boris lalu melatih Nick agar bisa berdiri, dan bahkan melatihnya berenang.
Berkeinginan Nick tumbuh wajar seperti anak-anak pada umumnya, Dushka kemudian memasukkan anaknya pada sekolah biasa, bukan bagi siswa yang berkebutuhan khusus.
Meski mencoba bersikap ceria dan memandang sesuatu secara positif, sesekali Nick harus menghadapi hari-hari terpuruk menghadapi ejekan dari teman-temannya. Bahkan, Nick harus menghadapi salah satu temannya yang menantangnya berduel, agar dirinya tidak direndahkan.
Hebatnya, Nick menang dalam perkelahian itu, padahal musuh duelnya berbadan besar dan memiliki anggota tubuh yang lengkap. Akan tetapi, dia justru menyesali kemenangan itu dan bertekad tidak akan berkelahi lagi.
Menginjak usia dewasa, dengan bertambahnya keimanan dan Nick menemukan hasrat terbesar untuk menjadi pembicara, dia akhirnya mendirikan organisasi nirlaba `Life Without Limbs`, yang bertujuan mengajak masyarakat untuk bertindak sesuai keimanan.
Kini, Nick dikenal sebagai motivator internasional dan melakukan perjalanan keliling dunia untuk membagikan spirit keimanan dan menggapai keseimbangan pada hidup.
Keseimbangan hidup, dibeberkan Nick pada bab penghujung Unstoppable, di mana dia mengingatkan kepada siapa saja bahwa sebaiknya hidup seseorang didasarkan pada bakat dan gairah yang dimiliki dan bila mungkin, jalani kehidupan dengan bersyukur dan banyak tertawa.
"Terkadang cara terbaik untuk menyembuhkan tubuh, pikiran, dan roh kita adalah dengan melayani sebagai sumber penghiburan dan dukungan bagi mereka yang ada di sekitar Anda. Dengan mengisi ember orang lain, mungkin saja ember Anda sendiri akan ikut terisi."
Begitulah. Dengan diksi yang jernih dalam Unstoppable, Nick justru memberikan inspirasi bagaimana mengisi hidup dengan hal-hal penuh kesederhaan namun sarat akan makna. Seperti kata-kata Nick selanjutnya: bukannya mengutuki tumpukan beban yang membuat kita biru lebam, sebaliknya bersyukurlah atas kesempatan menghadapi tantangan dan bertumbuh darinya. Sesederhana itu.
*) Penulis buku dan artikel