Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan pertimbangan hakim pengadilan tingkat pertama bahwa yang bertanggung jawab atas pengembalian uang pengganti adalah IMS yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Dengan putusan demikian, pihak kejaksaan pun kembali mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung dengan alasan serupa pada tingkat banding.
Dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Jauhari, jaksa menguraikan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Cabang Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menyebutkan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
Oleh karena itu, IMS yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota berperan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.
Amiruddin yang merupakan salah satu Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Mataram itu pun menanggapi hal tersebut dengan menyatakan bahwa pengembangan dari perkara ini harus sesuai dengan konteks amar putusan.
"Kalau pun dikembalikan, ya dikembalikannya ke jaksa, bukan Polri. Ini 'kan mulai dari penyelidikan jaksa, harusnya jaksa dong yang menindaklanjuti," ucapnya.