Apabila alasan pengambilalihan dari jaksa ke Polri agar penanganan lebih efisien melihat korban dari kredit fiktif ini adalah anggota Polri, Amiruddin menilai hal itu tidak bisa menjadi sebuah alasan yuridis.
"Kalau saya mengatakan tidak bisa serta merta seperti itu. Efisiensi itu bukan alasan yuridis. Harus ada dasar hukumnya (pengambilalihan)," kata Amiruddin.
Menurut dia, penegak hukum di Indonesia yang memiliki hak untuk mengambil alih suatu perkara itu adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Itu pun berkenaan dengan nilai kerugian tinggi dan jadi perhatian publik. Bisa diambil alih. Itu ada ketentuannya di KPK. Kalau di kepolisian ini tidak tahu, coba cari di Perkap (Peraturan Kapolri), ada apa tidak, kalau tidak ada, berarti dia (Polda NTB) sudah bertindak sewenang-wenang," ujarnya.