Suplier proyek rtlh lombok utara jalani pemeriksaan

id Kasus RTLH

"Pemeriksaannya dimulai kemarin dan hari ini dilanjutkan"
Mataram (Antara NTB) - Pemilik toko bahan bangunan terkait kasus dugaan penyelewengan anggaran proyek rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Mataram, Kamis.

"Pemeriksaannya dimulai kemarin dan hari ini dilanjutkan," kata Armayadi, penasihat hukum leveransir bahan bangunan RS, saat mendampingi kliennya dalam pemeriksaan penyidik, di Kejari Mataram, Kamis.

Pada Senin (8/6), penyidik telah menjadwalkan untuk pemeriksaan RS selaku pemilik toko penyalur bahan bangunan dari Desa Akar-akar, Kecamatan Bayan.

Namun, karena kondisinya yang saat itu kurang sehat, pemeriksaannya ditunda dan diagendakan penyidik pada Rabu (10/6).

"Kemarin pemeriksaannya dimulai sejak pagi sampai sore, dan hari ini pemeriksaan lanjutan," ucapnya.

Dari hasil pemeriksaan pertama pada Rabu (10/6), RS dicecar sejumlah pertanyaan seputar perannya selaku pihak penyalur bahan bangunan untuk para penerima bantuan dari Desa Akar-akar.

Dalam proyek yang dianggarkan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) itu, NTB mendapat kucuran dana senilai Rp14,7 miliar, untuk 2.400 penerima bantuan.

Kemudian, untuk proyek RTLH di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di Kecamatan Bayan mendapat bagian anggaran senilai Rp5 miliar untuk 667 penerima, dengan 181 di antaranya untuk warga Desa Senaru dan 486 warga Desa Akar-akar.

Terkait proyek tersebut, RS diduga tidak menyalurkan bantuan sesuai dengan daftar rencana pembelian bahan bangunan (DRPB2) yang dikeluarkan oleh Kemenpera.

Menyangkut hal itu, Armayadi saat dikonfirmasi mengatakan bahwa kliennya memang tidak menerima DRPB2. "Klien kami tidak mengetahui apa itu DRPB2. Dia hanya menerima penunjukan dari masyarakat setempat untuk menjadi toko penyalur bahan bangunan," ucapnya.

Sehingga, kata dia, dalam penyaluran bantuan tersebut, kliennya hanya menerima daftar nama yang diberikan oleh tim pendamping masyarakat (TPM).

"Klien kami ini tidak tahu kalau ada prosedur seperti itu, yang dia terima hanya daftar nama penerima bantuan," ujarnya.

Jadi, lanjutnya, setiap nama yang ada dalam daftar tersebut disalurkan bahan bangunan sesuai dengan permintaan si penerima. "Karena dia ditunjuk warga, jadi nomor rekeningnya diminta untuk proses `transfer` dari pihak Bank BRI," ucapnya.

Dalam prosedurnya, proyek yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2013 itu digelontorkan oleh pemerintah pusat melalui Kemenpera.

Kemenpera menyalurkan dana senilai Rp5 miliar kepada penerima bantuan yang dititipkan melalui rekening Bank BRI Unit Tanjung.

Selanjutnya, agar dana tersebut dapat dicairkan dalam bentuk bahan bangunan, para penerima bantuan diharuskan menunjuk toko penyalur yang dipercaya.

Setelah itu, para penerima bantuan diharuskan meminta nomor rekening toko penyalur yang ditunjuk dan menyerahkannya kepada pihak Bank BRI Tanjung agar bahan bangunan senilai Rp7,5 juta dapat langsung disalurkan dan diterima para penerima bantuan sesuai dengan DRPB2. (*)