Pakar Komunikasi Unram menyoroti kelemahan Lembaga Penyiaran Publik

id Unram,Universitas Mataram,Lembaga Penyiaran Publik,LPPL,Agus Purbathin Hadi

Pakar Komunikasi Unram menyoroti kelemahan Lembaga Penyiaran Publik

Pakar Komunikasi Universitas Mataram (Unram), Nusa Tenggara Barat, Agus Purbathin Hadi

UU penyiaran yg sudah berumur 20 tahun, sehingga perlu sekali ditinjau kembali, disusun ulang
Mataram (ANTARA) - Pakar Komunikasi Universitas Mataram (Unram), Nusa Tenggara Barat (NTB), Agus Purbathin Hadi menyoroti tiga kelemahan yang terdapat dalam Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL), seperti televisi dan radio, pada era digital.

"Ada tiga permasalahan yang sebenarnya terdapat dalam LPPL ini, yakni menyangkut lemahnya keberadaan LPPL dalam struktur ekonomi politik Indonesia, tata kelola organisasi yang kurang baik, serta pemberdayaan yang minim," katanya saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional yang diselenggarakan Unram, di Mataram, Senin.

Hal itu, kata dia, karena disamping mengemban tugas sebagai lembaga penyiaran, LPPL juga menghadapi persaingan dengan lembaga komersial yang memiliki kekuatan lebih dari segi permodalan maupun jaringan.

Permasalahan kedua menyangkut tata kelola organisasi yang kurang baik. Hal itu karena masih adanya intervensi politik baik dalam penunjukan direktur maupun dewan pengawas.

"Permainan politik atas dasar kekuasaan membuat fungsi LPPL menjadi belum stabil," katanya.

Akibatnya LPPL tidak sepenuhnya berorientasi pada kepentingan publik. Padahal posisi LPPL, lanjut dia, berfungsi sebagai lembaga publik yang seharusnya dapat menjadi ruang publik secara bebas.

"Di LPPL seharusnya kita bisa memperbincangkan persoalan publik secara bebas, rasional, tanpa intervensi, baik tanpa kepentingan negara maupun kepentingan kelompok sosial yang dominan," tambahnya.

Dalam webinar yang membahas eksistensi radio dan televisi pada era digital itu, dia menyampaikan beberapa solusi yang dapat ditempuh agar LPPL sebagai lembaga publik dapat bertahan di tengah kemajuan zaman yang begitu pesat.

"Yakni melalui konvergensi media, pemberdayaan audiens, serta yang terpenting peninjauan kembali terhadap regulasi yang berlaku," ucapnya.

"Sampai sekarang kita masih menggunakan UU penyiaran yg sudah berumur 20 tahun, sehingga perlu sekali ditinjau kembali, disusun ulang dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi informasi dan kebijakan yang berkembang saat ini," katanya.