Jaksa menuntut mantan Direktur RSUD Sumbawa 7 tahun penjara

id tuntutan jaksa,mantan direktur rsud sumbawa, perkara gratifikasi dan suap, pengadaan barang jasa, pengelolaan dana blud

Jaksa menuntut mantan Direktur RSUD Sumbawa 7 tahun penjara

Mantan Direktur RSUD Sumbawa dr. Dede Hasan Basri duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa dalam sidang perkara penerimaan gratifikasi dan suap pada pengelolaan dana BLUD periode 2018 sampai 2023 dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Rabu (6/12/2023). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menuntut hukuman pidana mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dr. Dede Hasan Basri selama 7 tahun penjara dalam perkara gratifikasi dan suap pengelolaan dana BLUD 2018-2023.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dede Hasan Basri dengan pidana penjara selama 7 tahun," kata Indra Zulkarnaen mewakili jaksa penuntut umum membacakan tuntutan milik terdakwa Dede Hasan Basri di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu.

Selain pidana hukuman, jaksa menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa menyampaikan tuntutan demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan dana BLUD pada RSUD Sumbawa terbukti melanggar dakwaan pertama.

Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam uraian tuntutan, jaksa menyampaikan terkait pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Untuk pertimbangan memberatkan, jaksa menyatakan bahwa terdakwa tidak kooperatif dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

"Terdakwa sebagai pejabat tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," ujarnya.

Untuk pertimbangan meringankan, jaksa menyampaikan bahwa terdakwa tidak pernah menjalani proses hukum.

Terkait unsur gratifikasi dan suap, jaksa menyatakan terdakwa memanfaatkan sejumlah paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa dengan menerima uang Rp1,4 miliar dari sejumlah pihak rekanan pelaksana pekerjaan melalui perantara anak buahnya.

Namun, adanya penerimaan itu dinyatakan bukan berasal dari keuangan negara, melainkan milik pribadi para pemberi dari pihak rekanan pelaksana pekerjaan.