Belanja Pegawai dan Tantangan Dalam Desentralisasi Fiskal

id belanja pegawai,Desentralisasi Fiskal,tantangan,DJPb Provinsi NTB Oleh Ratih Hapsari K *)

Belanja Pegawai dan Tantangan Dalam Desentralisasi Fiskal

Kepala Kanwil DJPb Provinsi NTB Ratih Hapsari K   (ANTARA/HO-Dok Ratih Hapsari K)

Mataram (ANTARA) - Undang undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) mengamanatkan pembatasan proporsi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja APBD.

Pemerintah daerah diberi waktu hingga 5 tahun sejak Undang-Undang HKPD diundangkan, atau 5 tahun dari tahun 2022, untuk mencapai proporsi tersebut.  

Adanya pengaturan proporsi belanja pegawai ini tidak lepas dari usaha untuk memberikan porsi yang lebih besar kepada kepada pemerintah daerah untuk mencapai kualitas layanan publik dan memeratakan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Isu yang berkembang di daerah adalah proporsi belanja pegawai masih melebihi 30 persen dari total belanja APBD, dengan rata-rata nasional sebesar 37,4 persen pada tahun 2022. 

Sementara di sisi yang lain, persentase belanja infrastruktur sangat rendah, yaitu 11,5 persen dari dari total belanja APBD di luar belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada daerah dan/atau desa komponen belanja pegawai pada pemerintah daerah meliputi : belanja gaji dan tunjangan PNS, belanja gaji dan tunjangan pegawai non PNS, belanja lembur, penyesuaian tunjangan perbaikan penghasilan, dan belanja uang makan PNS, termasuk juga belanja pegawai untuk kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPR.

Berdasarkan data dari Ditjen Perimbangan Keuangan, pada tahun 2022, sebagian besar dana transfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), digunakan untuk belanja pegawai dengan range antara 30 persen - 65 persen.

Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah daerah masih tergantung dari Dana Transfer untuk membayarkan biaya operasionalnya. Besarnya persentase belanja pegawai dalam APBD membuat celah fiskal daerah semakin sempit. 

Menurut data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) tahun 2022, persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) daerah adalah 77 persen dari seluruh ASN Nasional. Apabila dirinci lebih detail, jumlah terbesar dari ASN adalah tenaga fungsional guru, tenaga medis, dan dosen. 

Secara nasional, rasio guru dan murid berada pada batas ideal. Namun demikian, masih dijumpai ketimpangan jumlah tenaga pendidik di daerah-daerah tertentu. Demikian juga, rasio kecukupan tenaga kesehatan sangat variatif antar daerah dan cenderung masih rendah secara nasional. 

Dengan adanya kebutuhan yang relatif besar terhadap tenaga pendidik dan medis, maka perlu dicari cara yang memungkinkan dengan tetap memperhatikan keterbatasan anggaran. Sebagian daerah di Indonesia mempunyai proporsi belanja pegawai dalam rentang yang jauh dari 30 persen. 

Daerah-daerah tersebut memerlukan perhatian khusus dari pemerintah daerah setempat khususnya untuk menjamin agar celah fiskal tidak semakin sempit.

Mengingat jangka waktu penerapan pembatasan proporsi belanja pegawai yang sudah dekat, seyogyanya pemerintah daerah mulai menyusun strategi. 

Ada beberapa hal yang menurut penulis bisa dilaksanakan. Yang pertama adalah membuat perhitungan terkait kebutuhan ASN, khususnya tenaga pendidikan dan tenaga medis, dengan memperhatikan kebutuhan faktual daerah. 

Di sisi lain, Pemda juga mulai harus memikirkan jumlah pegawai di luar tenaga kependidikan dan medis dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitasnya, salah satunya adalah dengan melakukan otomasi dalam beberapa tipe pekerjaan. Penyusunan kebutuhan pegawai juga bisa dibuat dengan memperhatikan kondisi riil dan keterbatasan pendanaan yang ada. 

Selain efisiensi dalam penggunaan anggaran, penulis mengusulkan agar strategi peningkatan PAD juga dilaksanakan secara intensif, khususnya terkait pendataan perbaikan sistem pembayaran pajak dan retribusi daerah, pemanfaatan aset daerah, dan pencarian sumber-sumber PAD yang baru dengan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat. 

Saat ini, belum semua pemerintah membuat milestone terkait strategi pembatasan proporsi belanja pegawai yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Daerah. Mengingat batasan proporsi mulai dilaksanakan pada tahun 2027. Oleh karena itu seyogyanya pemerintah daerah mulai memperhatikannya saat ini juga.


*) Penulis adalah Kepala Kanwil DJPb Provinsi NTB