poktan Sembalun keluhkan realisasi program Swasembada Bawang Putih

id swasembada bawang putih,kementan,riph,permentan ,petani sembalun

poktan Sembalun keluhkan realisasi program Swasembada Bawang Putih

Seorang warga petani melihat lahan yang ditanami benih bawang putih di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, NTB, Sabtu (28/4). (Foto Antaranews NTB/Sadim)

Sesungguhnya bagi kami akar dan titik permasalahannya bukan di benih impor itu, tapi yang dari APBN-P 2017 itu permasalahannya. Kalau benih impor itu tidak kita permasalahkan, kita bisa panen, walaupun hasilnya tidak begitu maksimal, karena benih itu
Sembalun, (Antaranews NTB) - Kelompok Tani di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan realisasi program pemerintah dalam pencapaian target swasembada bawang putih di tahun 2021.

Ahmadi, Ketua Kelompok Tani Montong Mentagi di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Senin, menyampaikan rasa kecewanya kepada pihak pemerintah yang dinilai belum serius melaksanakan maupun mengawasi programnya dengan baik.

"Kita bisa lihat dari realisasi program tahun 2017 kemarin, banyak sekali bentuk penyimpangan di lapangan. Itu bisa terjadi karena lemahnya kontrol dari pemerintah," kata Ahmadi.

Dalam perjalanan ekonominya sebagai salah satu kelompok tani bawang putih, Ahmadi mengungkapkan, terdapat 11 importir (pelaku usaha) yang melaksanakan wajib tanam 5 persen dari kuota impor, masuk ke Kecamatan Sembalun.

Kegiatan 11 importir di Kecamatan Sembalun di tahun 2017, diketahuinya berdasarkan aturan baru yang telah dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan). Aturan tersebut tertuang dalam Permentan Nomor 38/2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

Namun Ahmadi melihat, keberadaan 11 importir di tengah masyarakat petani Sembalun, belum dapat menunjukkan upaya perbaikan kualitas maupun kuantitas produksi bawang putih.

"Masalahnya kualitas bibit impor yang mereka tawarkan ini jauh dibawah kualitas benih lokal yang kita punya. Makanya kita tolak," ujarnya.

Karena itu, dia melihat titik permasalahan bukan pada 11 importir yang melaksanakan wajib tanam 5 persennya di Kecamatan Sembalun. Melainkan persoalannya ada pada realisasi APBN-P 2017 oleh PT Pertani.

"Sesungguhnya bagi kami akar dan titik permasalahannya bukan di benih impor itu, tapi yang dari APBN-P 2017 itu permasalahannya. Kalau benih impor itu tidak kita permasalahkan, kita bisa panen, walaupun hasilnya tidak begitu maksimal, karena benih itu butuh adaptasi," ucap Ahmadi.

Pada tahun 2017, jelasnya, masyarakat petani menerima kabar bahwa pemerintah telah menggelontorkan dana APBN-P 2017 sebesar Rp100 miliar untuk menyerap benih bawang putih lokal di wilayah Sembalun. Dana tersebut dipercayakan kepada BUMN, PT Pertani, yang ditunjuk sebagai penangkar benih bawang putih lokal.

Melalui salah seorang oknum perpanjangan PT Pertani yang ada di Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, benih bawang putih lokal yang terkumpul hanya mencapai 350 Ton dari kuota target 1.500 Ton.

350 Ton benih bawang putih lokal tersebut dibeli oleh pihak penangkar senilai Rp30 miliar. karena itu sisa dana APBN-P 2017, sebesar Rp70 miliar dikembalikan ke negara.

"Pemerintah (PT Pertani) waktu itu mau membeli benih 1.500 Ton, tapi tidak ada benih sebanyak itu disini, jadi yang hanya tercover sebanyak 350 Ton. Makanya lebih banyak uang yang kembali ke negara (Rp70 miliar)," ujarnya.

Keterbatasan benih bawang putih lokal di Sembalun turut berimbas pada 11 importir yang ingin melaksanakan kewajibannya menanam 5 persen dari besar kuota impornya.

Masyarakat yang sempat mendapatkan tawaran untuk menanam benih bawang putih impor, menolak karena dari segi kualitas dan kuantitas produksinya, jauh lebih menguntungkan dari hasil produksi benih lokal.

"Beberapa importir pernah datang menawarkan ke saya, mereka mengeluh karena kesulitan mendapatkan benih lokal, salah satunya yang ketemu dengan saya itu dari PT Jakarta Sereal, mereka sempat tawarkan kerja sama, tawarkan benih impor, tapi kita tolak, karena produksinya jauh dari standarisasi benih lokal," ucap Ahmadi.

Selanjutnya, pada pertengahan Desember 2017, PT Pertani yang berperan sebagai penangkar benih, menyalurkan 350 Ton benih bawang putih lokal kepada para petani yang ada di Kabupaten Lombok Timur.

Menurut data yang dihimpun dari Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur, 350 Ton dibagikan kepada 181 kelompok tani yang tersebar di 18 desa yang ada di Kabupaten Lombok Timur.

Dengan luasan yang berbeda-beda, setiap kelompok tani mendapatkan kuota benih lokal bersama dengan paket pendukung hasil produksinya, mulai dari mulsa, pupuk NPK plus, pupuk Hayati Ecofert, pupuk Majemuk, dan pupuk organik.

Namun dalam realisasinya, benih lokal yang dibagikan oleh PT Pertani tidak sesuai dengan data. Indikasi pemotongan jatah kelompok tani muncul. Bahkan, ada beberapa kelompok tani yang namanya tercantum dalam data, tidak mendapatkan jatah sepersen pun.

"Seperti salah satu rekan kami dari Desa Sembalun Bumbung, atas nama Kelompok Tani Sembalun Bumbung Hijau, dengan ketuanya Amaq Gofar, luas lahannya 2 hektare, jatah benih lokalnya 1.400 kilogram. Sebiji pun dia tidak dapat, dikemanakan benihnya," ujar Sinawarni, Ketua Kelompok Orong Sorga di Kecamatan Sembalun.

Karena merasa ada yang janggal, Ahmadi, Sinarwani bersama ketua kelompok tani lainnya melakukan cek lapangan. Hasilnya dilihat dari kegiatan 11 importir di Sembalun.

Setelah adanya pembagian benih lokal dari PT Pertani kepada kelompok tani, 11 Importir yang sebelumnya mengeluhkan keterbatasan benih lokal, saling berlomba-lomba melakukan penanaman di wilayah Sembalun.

"Setelah stok untuk kita terbagi, kita melihat di lapangan 11 importir itu sudah menanam, ada yang menanam di atas lahan 5 hektare, 10 hektare, setelah kita amati, benih yang mereka tanam ini rata-rata benih lokal, mereka dapat dari mana," katanya.

Karena itu, masyarakat petani mengindikasikan benih bawang putih lokal yang ditanam oleh importir berasal dari jatah petani yang di potong PT Pertani.

Persoalan itu pun sempat dia klarifikasi dengan oknum perpanjangan PT Pertani yang ada di Sembalun. Dari keterangan mereka, Ahmadi mendapat jawaban bahwa persoalannya ada di tender yang melebihi kapasitas.

"Katanya kelebihan tender, benih yang ada sebelumnya tidak mampu dibayar oleh dana APBN-P 2017. Padahal awalnya uang lebih banyak kembali ke negara, stok terbatas, kok sekarang ada benih tidak kurang dari 50 Ton, tidak mampu tercover oleh tender, ini kan jadi tidak masuk akal," ucapnya.

Keluhan masyarakat petani di Sembalun akhirnya mendapat tanggapan dari Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi. Kepada pewarta, Suwandi mengaku bahwa selama ini belum ada laporan permasalahan terkait realisasi program di lapangan.

Menindaklanjuti keluhan tersebut, Suwandi menegaskan bahwa Kementan siap dan segera mengirim tim khusus ke lapangan guna mengecek ada tidaknya pembelian kuota oleh importir dari petani tersebut.

"Yang kayak gini-gini perlu di cek memang. Bagus. Akan kami kunjungi ini," ujarnya ketika dihubungi wartawan.

Lebih lanjut, Suwandi mengeluhkan munculnya persoalan tersebut. Pasalnya, dari sejak awal pengajuan RIPH, pengawalan terhadap perusahaan importir yang wajib tanam bawang putih sudah dilaksanakan secara ketat. Bahkan saat realisasi tanam, pihaknya terus melakukan pemantauan lapangan.

"Pertanamannya pun kita pantau. Pas waktu mencari lokasi penanaman pun kita kawal. Saya yakin ini hanya kesalahpahaman," kata Suwandi.(*)