Pemda optimalkan potensi pajak retribusi daerah
Jakarta (ANTARA) - Plh. Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Horas Maurits Panjaitan menekankan pentingnya pemerintah daerah (pemda) untuk mengoptimalkan potensi pajak dan retribusi daerah.
Dia menegaskan seluruh jenis pajak dan retribusi diatur dalam satu peraturan daerah (perda) yang menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah.
“Dalam hal ini penyusunan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (KUPDRD), khususnya pada Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022,” kata Maurits dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan Ditjen Bina Keuda terus berupaya mengawal kebijakan opsen yang akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025 mendatang agar dapat dilaksanakan dengan optimal.
Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan yaitu dengan menerbitkan sejumlah surat.
Pertama, Surat Ditjen Bina Keuda Nomor 900.1.13.1/9792/Keuda tanggal 1 Juli 2024 perihal Sinergi Pemungutan Opsen.
Kedua, Surat Ditjen Bina Keuda Nomor 900.1.13.1/14384/Keuda tanggal 4 September 2024 perihal Percepatan Sinergi Pemungutan Opsen.
"Ketiga, Surat Ditjen Bina Keuangan Daerah Nomor 900.1.13.1/17525/Keuda tanggal 15 Oktober 2024 perihal Persiapan Implementasi Opsen Pajak Daerah Tahun 2025,” ungkapnya.
Maurits juga menjelaskan kebijakan pengenaan opsen diharapkan dilakukan dengan tidak menambah beban maksimum yang akan ditanggung wajib pajak sebagaimana saat masih berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca juga: Wisata di Rejang Lebong kembali ditarik retribusi wisata
Untuk itu, pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah kabupaten (pemkab)/pemerintah kota (pemkot) diminta untuk menempuh sejumlah langkah.
Pertama, melakukan simulasi perhitungan beban wajib pajak dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan opsennya.
Kedua, melakukan simulasi kebijakan yang efektif untuk mengurangi dampak penambahan beban wajib pajak, antara lain memberikan keringanan dan/atau pengurangan atas pokok pajak secara bertahap.
Baca juga: Lombok Tengah rasionalisasi jumlah objek retribusi daerah
"Ketiga, melakukan komunikasi publik untuk menginformasikan kebijakan opsen secara umum dan perhitungan pokok pajak beserta opsennya,” jelas Maurits.
Dalam pengelolaan opsen PKB dan BBNKB, diperlukan pembagian peran yang jelas serta dukungan pendanaan yang memadai antara pemprov dan pemkab/pemkot. Hal ini bertujuan agar realisasi pemungutan PKB, yang saat ini baru mencapai 53 persen, dapat meningkat hingga di atas 80 persen melalui kolaborasi yang efektif antara kedua pihak.
Seperti diketahui, pemkab/pemkot memiliki aparatur yang menjangkau hingga lapisan masyarakat terbawah, sedangkan pemprov memiliki data yang lengkap
.
Dia menegaskan seluruh jenis pajak dan retribusi diatur dalam satu peraturan daerah (perda) yang menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah.
“Dalam hal ini penyusunan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (KUPDRD), khususnya pada Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022,” kata Maurits dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan Ditjen Bina Keuda terus berupaya mengawal kebijakan opsen yang akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025 mendatang agar dapat dilaksanakan dengan optimal.
Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan yaitu dengan menerbitkan sejumlah surat.
Pertama, Surat Ditjen Bina Keuda Nomor 900.1.13.1/9792/Keuda tanggal 1 Juli 2024 perihal Sinergi Pemungutan Opsen.
Kedua, Surat Ditjen Bina Keuda Nomor 900.1.13.1/14384/Keuda tanggal 4 September 2024 perihal Percepatan Sinergi Pemungutan Opsen.
"Ketiga, Surat Ditjen Bina Keuangan Daerah Nomor 900.1.13.1/17525/Keuda tanggal 15 Oktober 2024 perihal Persiapan Implementasi Opsen Pajak Daerah Tahun 2025,” ungkapnya.
Maurits juga menjelaskan kebijakan pengenaan opsen diharapkan dilakukan dengan tidak menambah beban maksimum yang akan ditanggung wajib pajak sebagaimana saat masih berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca juga: Wisata di Rejang Lebong kembali ditarik retribusi wisata
Untuk itu, pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah kabupaten (pemkab)/pemerintah kota (pemkot) diminta untuk menempuh sejumlah langkah.
Pertama, melakukan simulasi perhitungan beban wajib pajak dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan opsennya.
Kedua, melakukan simulasi kebijakan yang efektif untuk mengurangi dampak penambahan beban wajib pajak, antara lain memberikan keringanan dan/atau pengurangan atas pokok pajak secara bertahap.
Baca juga: Lombok Tengah rasionalisasi jumlah objek retribusi daerah
"Ketiga, melakukan komunikasi publik untuk menginformasikan kebijakan opsen secara umum dan perhitungan pokok pajak beserta opsennya,” jelas Maurits.
Dalam pengelolaan opsen PKB dan BBNKB, diperlukan pembagian peran yang jelas serta dukungan pendanaan yang memadai antara pemprov dan pemkab/pemkot. Hal ini bertujuan agar realisasi pemungutan PKB, yang saat ini baru mencapai 53 persen, dapat meningkat hingga di atas 80 persen melalui kolaborasi yang efektif antara kedua pihak.
Seperti diketahui, pemkab/pemkot memiliki aparatur yang menjangkau hingga lapisan masyarakat terbawah, sedangkan pemprov memiliki data yang lengkap
.