Sumbawa Barat, NTB (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong pembentukan satuan tugas (satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi mengungkapkan kekerasan seksual merupakan isu sensitif yang sedang menjadi perhatian nasional maupun lokal. Berbagai kasus telah mencuat, baik di lingkungan pendidikan maupun tempat kerja.
"Di NTB sendiri, kita tidak bisa menutup mata terhadap laporan yang masuk, meskipun sifatnya masih lokal dan belum menjadi isu nasional. Namun, kita harus waspada. Kekerasan seksual bukan hanya tentang tindakan fisik, tetapi juga berkaitan dengan pelecehan verbal dan psikologis," katanya pada pembekalan peserta satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja diselenggarakan Disnakertrans Provinsi NTB dan Disnakertrans Kabupaten Sumbawa Barat di lokasi tambang Batu Hijau PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMMAN) di Sumbawa Barat, Senin.
Ia menjelaskan hasrat seksual hal yang naluriah. Namun, manusia sebagai makhluk berpikir harus mampu mengendalikan dorongan tersebut. Dalam konteks tempat kerja, keanekaragaman budaya dan latar belakang karyawan sering kali menjadi tantangan tersendiri.
"Oleh karena itu, pembentukan satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini sangat penting. Satgas tidak boleh hanya ada secara formal, tetapi harus aktif bekerja, memiliki strategi, dan memahami kompleksitas persoalan di lapangan," katanya.
Khusus di sektor tambang seperti di Batu Hijau, terdapat keanekaragaman budaya yang tinggi. Ada pekerja dari berbagai negara, seperti Tiongkok, Bangladesh, India, Inggris, dan tentunya pekerja lokal. Interaksi lintas budaya ini sering kali menjadi pemicu gesekan yang berujung pada konflik, termasuk kekerasan seksual.
"Tugas satgas adalah menjaga harmoni di tengah perbedaan tersebut. Satgas harus menjadi garda terdepan dalam membangun budaya perusahaan yang menghormati keberagaman, kesetaraan, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia," katanya.
Baca juga: Pejabat Disnaker Sumsel terkena OTT kejaksaan
Ia menjelaskan tiga peran satgas, yaitu pencegahan, sosialisasi/edukasi, dan penanganan kasus. Untuk memastikan efektivitas satgas, langkah awal yang harus dilakukan melalui identifikasi yang diawali dengan memetakan masalah, memahami kecenderungan kasus, dan menetapkan program-program yang sesuai.
Ia menyebut tidak cukup hanya bicara teori, akan tetapi butuh pendekatan berbasis data dan fakta di lapangan.
"Selain itu, perlu menyamakan persepsi tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan dan kekerasan seksual. Tanpa pemahaman yang sama, kita akan kesulitan dalam menangani kasus. Tindakan yang dianggap biasa di suatu daerah, bisa saja dianggap pelecehan di daerah lain. Untuk itu, perlu ada rumusan batasan dan definisi yang disepakati bersama dalam hal pelecehan seksual tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, katanya, edukasi dan sosialisasi menjadi kunci mengatasi masalah itu. Semua pihak harus dilibatkan, termasuk aparat penegak hukum (APH), untuk membuat rumusan tentang batasan-batasan pelecehan seksual. Rumusan ini harus disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan budaya tempat kerja.
Salah satu kebijakan terbaru yang menjadi acuan kegiatan ini Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja. Kepmenaker ini memberikan panduan yang jelas dan komprehensif bagi perusahaan serta pekerja dalam menangani dan mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja. Di dalamnya juga dijelaskan prosedur pelaporan, penanganan, serta langkah-langkah preventif yang dapat diambil untuk menciptakan tempat kerja yang lebih aman dan bermartabat.
Aryadi mengungkapkan banyak korban kekerasan seksual enggan melapor karena kurang pemahaman atau takut. Oleh karena itu, perusahaan perlu menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia, serta berkoordinasi dengan APH dalam penyelesaian kasus tertentu dengan tetap mengedepankan pendekatan mediasi untuk resolusi internal.
Baca juga: Disnaker sosialisasikan penetapan UMK Mataram 2025 Rp2.859.620
"Tidak semua kasus harus diselesaikan melalui jalur hukum. Hukum memang penting untuk memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. Namun, jika memungkinkan, pendekatan musyawarah dan penyelesaian internal harus menjadi prioritas. Ini akan menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis tanpa menimbulkan permusuhan," katanya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya pencegahan dengan mengajak perusahaan membangun lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta memperkuat regulasi dan pelaksanaan undang-undang terkait dengan kekerasan seksual di tempat kerja.
"Dengan adanya satgas ini, kami berharap tidak hanya meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan seksual di tempat kerja, tetapi juga memberikan langkah konkret dalam penanganannya. Pekerja berhak mendapatkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari kekerasan, dan diskriminasi," katanya.