Fokus bangun NTB, Bukan terjebak politisasi pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa

id bangun ntb,politisasi,pemekaran sumbawa,NTB,provinsi pulau sumbawa Oleh Arifudin *)

Fokus bangun NTB, Bukan terjebak politisasi pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa

Mahasiswa S3 Unitomo Surabaya Arifudi (ANTARA/HO- Dok Arifudi)

Mataram (ANTARA) - Kepemimpinan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Muhammad Iqbal dan Wakil Gubernur Dinda Damayanti Putri telah membawa pendekatan baru dalam tata kelola pembangunan daerah. Dalam waktu singkat, mereka menunjukkan fokus pada kerja nyata bukan politik simbolik dengan prioritas pada pemerataan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan reformasi pelayanan publik.

Namun, di tengah proses ini, segelintir elit lokal kembali mengangkat wacana pemekaran Pulau Sumbawa menjadi provinsi sendiri. Wacana ini seolah-olah menjadi solusi atas ketimpangan pembangunan, padahal bila ditelaah lebih dalam, pemekaran ini justru lebih kental dengan kepentingan politik dibanding kebutuhan riil masyarakat.

Pembangunan Inklusif Sedang Berjalan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di NTB terus mengalami penurunan dari 13,68% (Maret 2022) menjadi 13,03% (September 2023). Pemerintah Provinsi NTB juga telah mengalokasikan lebih dari Rp 1,6 triliun dalam APBD 2024 untuk pembangunan infrastruktur dasar yang menyentuh langsung masyarakat, termasuk di Pulau Sumbawa. Ini mencakup perbaikan jalan provinsi, irigasi pertanian, serta revitalisasi kawasan ekonomi lokal.

Pendekatan inklusif ini juga tercermin dalam program pendidikan vokasi, penguatan UMKM berbasis digital, dan perluasan akses layanan kesehatan di wilayah terpencil. Semua itu menunjukkan bahwa perhatian Pemprov NTB tidak terpusat di Pulau Lombok semata, tetapi menyeluruh hingga pelosok Pulau Sumbawa.

Pemekaran: Solusi Semu yang Sarat Kepentingan

Pemekaran wilayah, khususnya wacana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS), bukan hal baru. Sudah lebih dari dua dekade isu ini didorong oleh sebagian elit lokal. Namun hingga kini, gagasan tersebut belum memenuhi syarat administratif dan kesiapan fiskal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Menurut Kementerian Keuangan, pembentukan satu provinsi baru membutuhkan anggaran awal sekitar Rp 2 triliun. Belum lagi biaya belanja rutin tahunan dan pembangunan kelembagaan baru. Padahal, PAD (Pendapatan Asli Daerah) kabupaten-kabupaten di Pulau Sumbawa masih terbatas. Sebagai contoh, PAD Kabupaten Sumbawa pada 2023 hanya sekitar Rp 180 miliar, sementara kebutuhan belanja daerah mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Artinya, ketergantungan terhadap dana transfer pusat masih sangat tinggi.

Maka pertanyaannya, apakah pemekaran benar-benar dibutuhkan oleh rakyat? Atau justru sedang dijadikan alat politik untuk memobilisasi dukungan elektoral?

Saatnya Rakyat Bersikap Jernih

Isu pemekaran yang dipaksakan hanya akan membebani keuangan negara, memperbesar birokrasi, dan memperdalam sekat sosial. Masyarakat NTB, terutama di Pulau Sumbawa, perlu melihat secara objektif bahwa yang mereka butuhkan bukan provinsi baru, melainkan kehadiran pemerintah yang adil dan responsif—hal yang saat ini sedang dilakukan oleh Gubernur Iqbal dan Wagub Dinda.

Alih-alih mendesak pemekaran, lebih bijak bila seluruh elemen masyarakat mendorong kolaborasi lintas daerah untuk mempercepat pembangunan yang merata. Ketimpangan tidak hanya bisa diselesaikan melalui pembelahan wilayah, tetapi lewat kebijakan yang berpihak dan implementasi yang konsisten.

Kita patut mendukung Gubernur NTB dan Wakil Gubernur untuk tetap fokus pada program prioritas pembangunan. Mereka harus diberi ruang untuk bekerja, tanpa dibebani oleh isu-isu yang dipolitisasi dan tidak substansial.

*) Penulis adalah Mahasiswa S3 Unitomo Surabaya