Mataram (Antaranews NTB) - Anggota DPR RI dari Nusa Tenggara Barat H Rachmat Hidayat menyayangkan perselisihan Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar dan wakilnya Syarifudin di media massa, menyusul polemik pembangunan tambak udang modern milik PT Panen Berkat Sejahtera Bersama (PBSB) di Dusun Lengkukun, Kecamatan Kayangan.
Rachmat Hidayat di Mataram, Jumat, mengatakan tidak seharusnya antara dua kepala daerah yang terikat sumpah jabatan berbeda pandangan terkait adanya investasi di wilayah mereka. Pasalnya, Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang notabene merupakan daerah terdampak gempa bumi paling parah di NTB, justru membutuhkan masuknya investasi guna memulihkan situasi perekonomian di wilayah tersebut.
Ia menyayangkan pernyataan bupati dan wakil bupati (wabup) yang berbeda sudut pandang dalam menyikapi masuknya investasi di wilayahnya.
"Ini aneh, di satu sisi wabup mengatakan pemda telah zalim, tetapi bupati mengaku akan terlebih dahulu mengecek perizinan perusahaan. Jika melanggar baru akan ditendang," kata Rachmat.
Ketua DPD PDI Perjuangan NTB itu mengaku pernyataan Bupati Najmul yang cenderung tidak frontal dinilainya sudah tepat. Namun, kondisi berbeda tidak dilakukan Wabup Syarifudin yang dianggap Rachmat, justru melupakan posisi wabup yang merupakan bagian dari pemda setempat.
Ia menilai dampak dari perseteruan terbuka dua kepala daerah itu telah menimbulkan kerugian pada masyarakat, khususnya bidang perekenomian di wilayah Lombok Utara yang sangat membutuhkan masuknya investasi.
"Bagaimana Lombok Utara bisa maju dan pulih dari situasi sulit pascagempa bumi, jika investasi saja dihambat. Padahal, investasi yang diributkan oleh kedua kepala daerah itu sudah lengkap dan terpantau telah mengantongi semua persyaratan perizinan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Menurut Rachmat, jika merujuk tata kelola pemerintahan terkait fungsi kewenangan yang diatur dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, maka bupati memiliki otoritas sepenuhnya dalam mengatur tata kelola keuangan dan pemerintahan daerah.
Sementara, wakil bupati hanya bersifat membantu, terkait jabatannya, apabila bupati tidak ada, maka wabup punya peranan.
"Sekali lagi, tidak boleh seorang wabup buat pernyataan kayak begitu. Sebab, pernyataan itu telah menimbulkan kegaduhan di tengah rakyat dan pemerintah, padahal dia (Wabup KLU, red) adalah bagian dari pemerintahan itu sendiri," tegas Rachmat.
Ia mengaku perlu angkat bicara terkait hal itu, karena PDIP merupakan salah satu parpol pengusung kedua kepala daerah tersebut saat Pilkada 2015. Selain itu, pernyataannya kali ini merupakan tanggung jawab Rachmat sebagai wakil dari Lombok Utara dan NTB di gedung DPR RI.
"Jika tidak kita luruskan, maka siapapun yang melihat perseteruan seperti ini jelas tidak bagus," ujarnya.
Rahmat menduga tidak tuntasnya pemulihan pascabencana di wilayah Lombok Utara selama ini, bisa jadi karena ada perselisihan antara dua kepala daerahnya itu. Padahal, kekompakan pemerintahan, baik antara bupati dan wakil bupatinya sangat diharapkan dalam situasi pemulihan pascabencana saat ini.
"Tidak semua hal harus dipolitisasi, saya membaca di media jika wabup mengatakan ada rakyat yang tidak terima terkait pembangunan tambak udang modern milik PT PBSB itu. Jadi wajarlah, jika saya pun menduga jika ada demonstrasi maka dia (wabup, red) yang akan menggerakannnya. Ini masih sebatas kecurigaan saya dan bukan menuduh, apalagi lokasi proyek investasi itu berada di wilayah tempat tinggal wabup," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Rachmat juga meminta para pemangku jabatan, di antaranya aparat hukum harus waspada terkait pernyataan wabup tersebut.
"Jika investor tidak ada izin, maka kita keluarkan, bagi saya sangat benar pernyataan bupatinya. Karena, orang punya izin memang tidak boleh dirugikan, apalagi tidak ada istilah pembatalan izin. Yang pasti, jika Pemkab KLU melakukan pembatalan izin, maka itu masuk katagori tindakan sepihak, serta kesewenang-wenangan, jelas Rahmat.
Karena itu, ia berharap, dalam pemerintahan daerah jangan lagi ada pecah belah gara-gara urusan politik, karena pihak yang dirugikan adalah masyarakatnya. Terlebih, hal itu dipertontonkan di muka publik, yakni media massa.
"Wajarlah jika pemulihan pascabencana di Lombok Utara diambil alih oleh TNI bersama kepolisian, karena memang faktanya ada persoalan di internal pemerintahannya.
Padahal, soal perizinan itu adalah urusan kecil, dan pemda tidak boleh menghambat tumbuh kembangnya investasi perekonomian di wilayahnya, apalagi ada pihak yang dikorbankan akibat konflik internal itu," katanya. (*)
Rachmat sayangkan perselisihan Bupati dan Wabup Lombok Utara
Ini aneh, di satu sisi wabup mengatakan pemda telah zalim, tetapi bupati mengaku akan terlebih dahulu mengecek perizinan perusahaan. Jika melanggar baru akan ditendang