Mataram (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeluarkan peringatan dini terkait meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada Agustus 2025, menyusul meluasnya kekeringan, munculnya puluhan titik panas, dan hembusan angin kencang yang berpotensi memperbesar ancaman kebakaran.
“Berdasarkan pantauan satelit, terdeteksi 46 titik panas di NTB per 19 Agustus 2025. Titik panas ini tersebar di Pulau Lombok dan Sumbawa,” kata Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid dalam keterangan resminya di Mataram, Kamis.
BMKG mencatat lapisan tanah di sebagian besar wilayah NTB kini berada pada kategori sangat kering. Kondisi tersebut membuat alang-alang, dedaunan, maupun vegetasi lain mudah terbakar hanya dengan percikan kecil, sehingga api berisiko cepat meluas.
Defisit curah hujan juga memperparah situasi. Sejumlah daerah mengalami hari tanpa hujan yang cukup panjang, menyebabkan vegetasi mengering dan cadangan air tanah menurun drastis, terutama di kawasan rawan bencana.
Baca juga: DLH NTB: Kebakaran hutan di Rinjani dan Sembalun akibat ulah manusia
Selain itu, faktor angin turut memperbesar bahaya. Angin dominan dari arah tenggara hingga selatan dengan kecepatan 5–35 kilometer per jam berpotensi mempercepat penyebaran api pada lahan terbuka, sehingga menyulitkan upaya pemadaman bila kebakaran terjadi.
“Minim sekali daerah di NTB yang tergolong aman. Hampir seluruh wilayah kini berada pada tingkat kerawanan tinggi terhadap kebakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.
Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan dengan menghindari aktivitas yang berpotensi menimbulkan api, seperti membakar sampah atau membuka lahan dengan cara dibakar. Partisipasi warga dinilai menjadi kunci penting untuk mencegah bencana yang berpotensi menimbulkan kerugian besar.
Ia juga mendorong pemerintah daerah bersama BPBD, TNI, Polri, dan kelompok masyarakat desa memperkuat patroli serta menyiapkan langkah mitigasi lebih awal. Upaya pencegahan dinilai lebih efektif dibanding pemadaman, mengingat kebakaran tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat akibat kabut asap.
Baca juga: Kawasan hutan lindung di Serage Lombok Tengah terbakar
Baca juga: Puluhan hektare hutan produksi di Sambelia Lombok Timur terbakar
Baca juga: BPBD tangani kebakaran hutan di Kabupaten Bima
