Mataram (ANTARA) - Sejumlah petani perempuan menyuarakan aksi protes atas keberadaan Bendungan Meninting di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) lantaran proses pembangunannya memakai lahan pertanian dan merampas ruang hidup penduduk lokal.
"Selama pembangunan hingga selesai, kami belum menemukan manfaat dari bendungan tersebut, terutama para petani perempuan yang terbebani selain tugas rumah tangga, mereka kehilangan sumber rezeki karena lahan mereka direbut," kata salah seorang demonstran saat menyampaikan aspirasi di depan Kantor Gubernur NTB, Kota Mataram, Rabu.
Massa aksi yang terdiri dari Solidaritas Perempuan Mataram, Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA), dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) melaksanakan unjuk rasa tersebut dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional.
Mereka mengungkapkan para buruh terutama perempuan terbebani atas keberadaan Bendungan Meninting karena selain kehilangan pekerjaan, selama tujuh tahun tidak ada air bersih untuk dikonsumsi.
Baca juga: Serapan gabah petani di Lombok Timur capai 96 persen
Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2025 disinyalir membuat perampasan lahan pertanian menjadi lebih mudah. Para massa aksi berharap ada perubahan dalam kebijakan tersebut karena dampak bendungan berpengaruh dengan air bersih untuk minum, mandi, dan kebutuhan lainnya.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menyampaikan akan selalu berdiskusi lebih lanjut terkait tuntutan yang dilayangkan massa aksi. Ia berpesan untuk bersabar menunggu keputusan dari diskusi yang akan segera terselenggara.
Baca juga: Diversifikasi nira dongkrak nilai tambah petani aren di NTB
“Kami akan terus berdiskusi dan mencatat hasilnya. Saya berterima kasih kepada teman-teman atas masukan tuntutan dan akan menjadi kajian kami lebih lanjut," kata Iqbal.
Selain tuntutan yang dibawa oleh Solidaritas Perempuan Mataram, AGRA, dan FMN, ada perwakilan dari pengusaha di Tanjung Aan terkait penggusuran lahan yang ditujukan untuk investasi luar.
Kemudian ada pula tuntutan terhadap kejelasan kasus penangkapan beberapa mahasiswa pasca kejadian demo di Polda NTB dan kantor DPRD NTB, serta penolakan pembangunan kereta gantung di Sembalun.
