Mataram (ANTARA) - Terdakwa pungutan liar (pungli) Ruang Tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Kompol Tuti Maryati, dituntut tiga tahun penjara.
Tuntutannya disampaikan Jaksa Penuntut Umum dari Kejati NTB yang diwakilkan Hasan Basri di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.
Selain tuntutan pidana tiga tahun penjara, JPU membebankan terdakwa Kompol Tuti dengan pidana denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan.
"Jika denda tidak dibayarkan, maka wajib menggantinya dengan pidana kurungan enam bulan," kata Hasan Basri dalam tuntutannya.
Tuntutan itu diberikan kepada terdakwa Kompol Tuti karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemerasan dalam jabatannya sebagai Kasubdit Pengamanan Tahanan dan Barang Bukti (Pamtahti) Polda NTB.
Karenanya, JPU menyatakan terdakwa Kompol Tuti bersalah melanggar Pasal 12 Huruf e Juncto Pasal 12A Ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, sesuai yang disebutkan dalam dakwaan primairnya.
Penerapan Pasal 12 Huruf e dalam tuntutannya itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau oang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Ancaman hukuman dalam pasal tersebut sedikitnya empat tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara. Sedangkan untuk denda, pelanggar hukum terancam membayar sedikitnya Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun dalam penerapan pasalnya terdapat "juncto" Pasal 12A Ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang artinya berhubungan dengan ketentuan pasal tersebut.
Untuk Ayat 1, menjelaskan tentang penerapan pidana penjara dan pidana denda dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12, tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp5 juta.
Karenanya, terdakwa Kompol Tuti yang dituntut melakukan tindak pidana korupsi pemerasan dalam jabatannya dengan nilai kurang dari Rp5 juta, di pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp50 juta. Hal tersebut sesuai dengan uraian tuntutannya dalam Ayat 2.
Namun bila dilihat kembali dari pemeriksaan saksi-saksi yang pernah dihadirkan dalam persidangannya, pungli hanya dihitung dari keterangan enam saksi yang pernah menjadi tahanan rutan, salah satu diantaranya penyelundup narkoba asal Perancis, Dorfin Felix.
Kompol Tuti dalam dakwaannya, hanya menikmati Rp2,5 juta dari dua kali kiriman uang orang tua Dorfin yang berada di luar negeri.
Usai mendengar tuntutannya, Majelis Hakim menyatakan sidang terdakwa Kompol Tuti akan kembali digelar pada Selasa (17/9) pekan depan, dengan agenda pledoi (pembelaan).
"Karena sidang Rabu berbenturan dengan pelaksanaan sidang KPK, makanya digeser lebih awal ke hari Selasa," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Tipikor Mataram Fathurrauzi menambahkan.