Mataram (ANTARA) - Rencana mempercepat pembahasan tata tertib DPRD Nusa Tenggara Barat menjadi terhambat karena pimpinan sementara tidak bisa menggunakan anggaran pascakeluarnya surat edaran Kementerian Dalam Negeri yang melarang anggota dewan melakukan kunjungan kerja ke luar daerah sebelum ada pimpinan definitif.
"Sebetulnya pembahasan tata tertib (Tatib) sudah tidak ada masalah, sudah selesai. Tapi, Tatib ini belum bisa di sahkan sebelum dikonsultasikan ke Kemendagri," kata Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD NTB, Nauval Furqony Farinduan di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan, berdasarkan PP 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota pasal 128 mengharuskan rancangan peraturan Tatib DPRD dikonsultasikan ke Kemendagri. Namun, disisi lain konsultasi tersebut tidak bisa dilaksanakan karena terbentur surat edaran Kemendagri yang tidak memperbolehkan pimpinan sementara menandatangani kewenangan anggaran sebelum terbentuknya pimpinan definitif.
"Kalau konsultasi tidak bisa jalan maka Tatib pun tidak bisa. Artinya, Tatib kita saat ini masih dalam status quo," ujarnya.
Menurut Farin sapaan akrab Nauval Furqony Farinduan, semestinya konsultasi tersebut bisa saja berjalan tanpa melanggar surat edaran Mendagri. Karena, di lembaga DPRD ada Sekretaris DPRD (Sekwan) selaku pengguna anggaran dibawa Sekda sebagai koordinator pengguna angggaran. Tinggal saat ini pimpinan sementara kemudian meminta Sekwan untuk kemudian memfasilitasi perjalanan dinas anggota Pansus untuk melakukan konsultasi.
"Karena pimpinan sementara telah memfasilitasi, maka untuk mendukung tugas dan fungsi Pansus secara operasional di serahkan kepada Sekwan," katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar Lalu Satriawandi melihat konsultasi Tatib ke Kemendagri bisa saja dilakukan. Karena acuannya adalah PP 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota pasal 128 mengharuskan rancangan peraturan Tatib DPRD dikonsultasikan ke Kemendagri.
Namun, kalaupun ada surat edaran Mendagri yang melarang anggota dewan melakukan kunjungan kerja ke luar daerah sebelum ada pimpinan definitif tidak juga bisa menjadi acuan. Pasalnya ada peraturan yang lebih tinggi diatasnya, yakni PP 12 tahun 2018 yang memang mengharuskan Tatib DPRD sebelum di sahkan harus di konsultasikan ke Kemendagri. Kalau itu tidak dilakukan maka secara aturan Ranperda Tatib tidak bisa di sahkan.
"Memang dalam hal ini kita juga perlu hati-hati mengambil keputusan. Kalaupun harus mengambil risiko ya nanti diminta pengembalian. Tapi apakah itu yang kita inginkan tentu dikembalikan lagi pada anggota dewan itu sendiri," tuturnya.
Hanya saja, lanjut Satriawandi, konsultasi bisa saja tidak dilakukan. Karena tidak semua dalam Tatib tersebut banyak yang berubah, seperti perubahan hanya pada komposisi fraksi yang sebelumnya berjumlah 10 fraksi berkurang jadi sembilan fraksi. Namun demikian, politisi dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini melihat mekanisme sebelum Ranperda disahkan harus dikonsultasikan ke Kemendagri.