Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR dari Fraksi PKS DPR RI Nasir Djamil mencurigai pihak asing "bermain api" dengan sejumlah peristiwa yang terjadi beberapa waktu ini seperti aksi demonstrasi besar-besar yang menolak beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU).
"Jangan-jangan sejumlah pihak dan negara asing ikut bermain api dengan sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini," kata Nasir saat melakukan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, Pancasila saat ini sedang menghadapi ujian yang sangat berat yaitu ketika pemerintah bentuk peraturan perundang-undangan yang sejalan dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa namun ada sejumlah negara asing gerah.
Menurut dia, pihak dan negara asing tersebut merasa gerah dan resah apalagi ketika DPR mengatur tindak pidana kesusilaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Begitu juga ketika DPR dan pemerintah bentuk peraturan perundang-undangan yang ingin penuhi sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, namun lagi-lagi ada pihak yang mencurigai, kita sengaja bermain api," ujarnya.
Karena itu menurut dia, periode DPR RI kedepan jangan sampai membuat Pancasila dalam keadaan berbahaya, dan semua pihak harus menjaga nilai-nilai dalam Pancasila dari sila pertama hingga kelima.
Dia juga menyoroti terjadinya kerusuhan di Papua, karena sangat disayangkan negara tidak hadir ketika warga negara menghadapi ancaman yaitu warga suku Minang dan Bugis harus mengungsi di Wamena.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Jimmy Demianus tidak sepakat kalau negara tidak hadir dalam persoalan di Papua karena diyakininya Presiden Joko Widodo sedang berusaha mengurusi permasalahan Papua.
"Saya tidak sepakat negara tidak hadir, jangan ganggu beliau (Presiden Jokowi) karena sedang berusaha mengurusi Papua," katanya.
Dia mengatakan selama ini warga Papua tidak ada persoalan dengan warga Minang dan Bugis, namun semua persoalan di Papua karena sistem politik di Indonesia yang berubah-ubah.
Menurut dia, sistem politik itu dengan sistem suara terbanyak, yang punya uang mendapatkan kursi di parlemen, akibatnya orang asli Papua tidak ada yang duduk di parlemen.
"Akhir-akhir ini kita mulai bergeser negara ini kita mau bawa dalam kepentingan tertentu. Negara ini berasaskan Ketuhanan yang Maha Esa, bukan untuk kepentingan tertentu," ujarnya.