Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan melakukan peninjauan kembali perjanjian sewa lahan seluas delapan hektare dengan salah satu perusahaan asing yang sudah mengelola aset tersebut selama belasan tahun.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Zainul Islam, di Mataram, Rabu mengatakan, lahan seluas delapan haktare di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat tersebut, disewa oleh perusahaan Jepang senilai Rp30 juta per tahun dengan masa kontrak 20 tahun.
"Sisa kontrak masih delapan tahun. Namun kami akan tinjau ulang perjanjiannya, mungkin dari sisi nilai sewa yang akan coba kita sepakati lagi," katanya.
Ia menyebutkan lahan milik pemerintah daerah tersebut sejak awal dimanfaatkan sebagai lapangan golf hingga saat ini. Namun peminat olah raga tersebut sudah tidak ramai seperti belasan tahun lalu.
Nilai sewa lahan seluas delapan hektare sebesar Rp30 juta per tahun mungkin terbilang besar ketika perjanjian kontrak ditandatangani belasan tahun silam.
Namun jika mengacu pada nilai lahan saat ini, maka nilai sewa tersebut sudah tidak relevan lagi, sehingga perlu ditinjau ulang.
Zainul menambahkan nilai sewa sebesar Rp30 juta per tahun tersebut dibagi dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, yang juga memiliki sebagian lahan seluas tiga hektare.
"Nilai sewanya kecil, makanya kami sedang menghitung. Mungkin akan dinaikkan menjadi Rp300 juta per tahun, tapi tergantung kesepakatan karena orang main golf juga sudah sepi," ujarnya.
Selain lahan di Kecamatan Narmada, kata dia, ada juga aset pemerintah yang dikelola pihak ketiga dengan nilai sewa yang relatif murah karena kontraknya dilakukan puluhan tahun silam.
Kondisi tersebut yang menyebabkan pendapatan asli daerah dari aset daerah sebesar Rp3 miliar per tahun.
Zainul menyebutkan total nilai aset milik Pemerintah Provinsi NTB mencapai Rp12 triliun. Yang paling besar nilainya adalah jalan, tapi tidak ada pendapatan dari aset tersebut karena sifatnya untuk mendukung pelayanan dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
"Kalau aset dalam bentuk bangunan lebih banyak dipakai untuk operasional organisasi perangkat daerah. Kalau aset berupa lahan, itu yang disewakan ke pihak ketiga," katanya.