KOMISI YUDISIAL SOSIALISASI PENJARINGAN CALON HAKIM AGUNG DI MATARAM

id

     Mataram, 12/12 (ANTARA) - Komisi Yudisial menyosialisasikan penjaringan Calon Hakim Agung di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, guna menarik minat para kandidat untuk mengikuti proses seleksi, 1-21 Desember 2011.

     Sosialisasi dan penjaringan Calon Hakim Agung (CHA) itu digelar di Gedung Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Senin, yang dilakukan Dr Taufiqurrohman Syahuri SH MH selaku anggota Komisi Yudisial periode 2010 - 2015.

     Peserta sosialisasi merupakan kalangan akademisi yang berlatar belakang disiplin ilmu hukum, dan para hakim di wilayah NTB baik hakim Pengadilan Negeri (PN) maupun hakim Pengadilan Tinggi (PT) dan hakim Pengadilan Agama (PA).

     Mengawali sosialisasi itu, Taufiqurrohman mengatakan, sesuai pasal 24 B Undang Undang Dasar 1945, Komisi Yudisial berkewenangan menyeleksi CHA, sehingga komisi itu menjaring para kandidat yang layak menjadi CHA.

     Mahkamah Agung (MA) membutuhkan lima jabatan hakim agung yang lowong pada awal 2012, sehingga akan menyeleksi 15 orang CHA untuk diserahkan ke DPR guna menjalani uji kepatutan dan kelayakan, karena perbandingannya tiga CHA untuk satu lowongan jabatan hakim agung.

     Berkas pendaftaran dapat diantar langsung atau disampaikan melalui pos, yang ditujukan kepada Ketua Panitia Sekretariat Tim Seleksi Calon Hakim Agung, Komisi Yudisial, Jalan Kramat Raya Nomor 57, Jakarta Pusat. Kode Pos 10450. 

     "Mudah-mudahan di daerah ini ada yang berminat menjadi hakim agung, dan peserta seleksi calon hakim agung dapat diajukan oleh MA, pemerintah dan masyarakat," ujarnya.

     Taufiqurrohman menekankan persyaratan CHA baik dari hakim karier maupun non-karier, meskipun hakim karier pun boleh mendaftar melalui jalur non-karier.

     Syarat bagi hakim karier yakni Warga Negara Indonesia, sehat jasmani dan rohani, bertaqwa kepada Tuhan, berusia minimal 45 tahun, berijasah minimal S2 Hukum, pengalaman minimal 20 tahun sebagai hakim termasuk minimal tiga tahun sebagai hakim tinggi.

     "Syarat lainnya yakni tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," ujarnya.

     Sementara syarat bagi non-karier, yakni Warga Negara Indonesia, sehat jasmani dan rohani, bertaqwa kepada Tuhan, berusia minimal 45 tahun, berijasah minimal S3 Linier Hukum, pengalaman dalam profesi minimal 20 tahun, tidak pernah dijatuhi pidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih, dan tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin dari instansi/lembaga asal.

     Dengan demikian, kata Taufiqurrohman, yang merasa pernah bersalah dari aspek hukum sudah pasti tidak layak menjadi hakim agung.

     "NTB juga punya potensi memiliki hakim agung, karena sudah ada dua orang putra daerah NTB yang menjadi hakim agung yakni Suhardi dan Sugani. Mungkin yang lainnya juga layak sehingga perlu mengikuti seleksi," ujar pakar hukum tata negara itu.

     Ia menginformasikan bahwa tahapan seleksi terbagi dua yakni tahap seleksi persyaratan administrasi dan tahapan seleksi uji kelayakan.

     Seleksi uji kelayakan menyangkut karya profesi, karya tulis di tempat, pendapat hukum, "profile assessment", "self assessment", pemeriksaan kesehatan dan wawancara terbuka.

     Selanjutnya dilakukan klarifikasi terkait perilaku di lingkungan keluarga, tempat tinggal dan tempat kerja, asal usul harta kekayaan dan rekam jejak.

     "Komisi Yudisial juga memberi pembekalan hukum acar, hukum materiil, kode etik dan pedoman prilaku hakim, filsafat hukum dan teori hukum, kepada calon hakim agung hasil seleksi," ujarnya. (*)