Jakarta (ANTARA) - Sejumlah akademisi menilai bahwa produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki faktor risiko yang lebih rendah dari rokok bakar konvensional, sehingga perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin, terutama untuk mengakomodir kalangan yang mengalami kesulitan berhenti merokok.
Robert West, Profesor Emeritus Kesehatan Psikologi dari University College Inggris menjelaskan, negara-negara dengan sistem pengendalian tembakau yang kuat cenderung mendukung penggunaan produk tembakau alternatif sebagai alat bantu populer untuk beralih dari kebiasaan merokok.
"Saat digunakan sebagai bagian dari upaya untuk beralih dari kebiasaan merokok, produk tembakau alternatif dinilai lebih efektif daripada produk terapi pengganti nikotin yang berlisensi. Tapi, sayangnya di beberapa negara lainnya, upaya untuk mendorong pemanfaatan produk tembakau alternatif ini masih belum maksimal,” tegas Robert dalam keterangannya pada Kamis.
Salah satu faktor penghambat dalam mendukung pemanfaatan produk tembakau alternatif adalah standar ganda pada berbagai kajian ilmiah. Robert menjelaskan saat ini masih banyak hasil riset yang tidak objektif dan cenderung mendukung pandangan para meneliti yang menilai bahwa produk tembakau alternatif tersebut berbahaya bagi kesehatan.
Padahal, berdasarkan hasil sejumlah kajian ilmiah, produk tembakau alternatif, meski tidak sepenuhnya bebas risiko kesehatan, mampu meminimalisasi risiko penggunaannya hingga 95 persen. Hal ini dikarenakan produk tembakau alternatif, khususnya rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, menerapkan sistem pemanasan sehingga hasil dari penggunaannya berupa uap (aerosol), bukan asap yang mengandung TAR. Dengan fakta tersebut, produk ini diklaim sudah seharusnya dimaksimalkan sebagai upaya mengurangi prevalensi merokok.
“Saya berharap produk tembakau alternatif akan diatur di seluruh dunia sedemikian rupa untuk memaksimalkan ketersediaannya sebagai salah salah satu serangkaian alat bantu untuk beralih dari kebiasaan merokok di pasar global,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Senior dari Universitas Bristol, Jasmine Khouja, menambahkan harus adanya dukungan dari negara dalam membantu perokok dewasa untuk berhenti dari kebiasaannya sekaligus menjauhkan mereka mengakses rokok.
Baca juga: Akademisi Untan sebut G20 momentum kenalkan energi hijau
Baca juga: Akademisi apresiasi satgas khusus tindaklanjuti hasil KTT G20
Secara bersamaan, pemerintah juga harus mencegah anak muda dan non-perokok menggunakan produk tembakau alternatif. “Bagi para pembuat kebijakan, Anda harus mengetahui apa yang paling membantu bagi pengguna produk tembakau alternatif dan perokok. Jika ingin berjalan dengan baik, Anda tidak dapat melakukannya tanpa berbicara dan mendengar pandangan mereka,” kata Jasmine.
Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya mengatakan produk tembakau alternatif memiliki profil risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. Hal ini diperkuat berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukan di dalam dan luar negeri.
Dengan mendorong perokok dewasa beralih ke produk ini akan membantu Pemerintah Indonesia dalam menurunkan prevalensi merokok sekaligus menciptakan perbaikan kualitas kesehatan.
“Produk tembakau alternatif dapat dimanfaatkan untuk perokok dewasa yang sulit berhenti merokok. Produk ini juga bisa menjadi solusi komplementer sejalan dengan Program Berhenti Merokok yang telah dilaksanakan pemerintah,” ujar Amaliya.
Berita Terkait
Ngeri!! bahaya asap rokok 20 kali tingkatkan risiko kanker paru
Jumat, 19 April 2024 8:18
Produk memicu kanker paru hingga tampilan Megan Fox
Jumat, 19 April 2024 7:15
Ahli menegaskan vape miliki kandungan sama berbahaya dengan rokok
Kamis, 7 Maret 2024 9:00
MSD dan YKI luncurkan kesadaran kanker
Kamis, 23 Juni 2022 18:45
Sering salah kaprah, ini pembeda rokok dengan tembakau alternatif
Rabu, 22 September 2021 7:31
Benarkah minum susu sebulan bisa membersihkan paru?
Kamis, 26 Agustus 2021 14:18
PDPI mengingatkan kesadaran masyarakat bahaya kanker paru
Rabu, 31 Juli 2019 17:13
Kanker paru Sutopo menyebar ke tulang dan organ lainnya
Minggu, 7 Juli 2019 10:57