Medan (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I Medan menyebutkan bahwa hingga saat ini nyaris tidak ada lagi peternak ayam mandiri di Sumatera Utara.
"Untuk peternak mandiri, hampir 100 persen hilang dari Sumut. Kami hampir tidak menemukan lagi peternak mandiri di sini," ujar Kepala KPPU Kanwil I Medan Ridho Pamungkas ketika berkunjung ke Kantor LKBN ANTARA biro Sumatera Utara, di Medan, Selasa.
Menurut Ridho, salah satu yang membuat profesi peternak ayam mandiri itu tidak lagi diminati adalah tidak ada jaminan untuk mereka. Peternak tersebut disebutnya tidak memiliki jaminan akan adanya pembeli dan harga. "Kalau tidak ada jaminan, hilang juga," tutur Ridho.
Oleh karena itu, sebagai solusi, KPPU meminta pemerintah daerah agar peternak mandiri dapat bermitra dengan hotel, restoran atau kafe sehingga mereka memiliki kepastian soal pasar dan pembelinya. Saat ini, Ridho melanjutkan, keberadaan peternak ayam mandiri yang nyaris habis digantikan oleh peternak mitra.
Peternak ayam itu merupakan mitra dari perusahaan besar. Perusahaan pun memberikan peternak itu jaminan pembeli, pasokan dan harga. Akan tetapi, peternak mitra bukannya tanpa masalah. Kini, KPPU melihat adanya kecenderungan peternak mitra menggunakan metode kandang tertutup (close house) yang lebih produktif dibandingkan kandang terbuka (open house).
Baca juga: KPPU temukan potensi kartel di bisnis ayam Sumut
Baca juga: Presiden terima daftar 18 kandidat komisioner KPPU 2023-2028
Namun, kandang tertutup itu berbiaya mahal, dengan modal bisa mencapai Rp1,4 miliar. Tidak semua peternak mitra dapat memenuhi hal ini. "Kami mengkhawatirkan hilangnya peternak-peternak mitra kecil jika semua beralih ke 'close house'. Okelah 'close house' itu meningkatkan produktivitas, tapi kalau kita bicara kesejahteraan? Ada peluang UMKM 'mati'," kata Ridho.
Dia kemudian mengingatkan bahwa ketiadaan peternak ayam mandiri dan peluang lenyapnya peternak mitra kecil mengurangi jumlah "pemain" di sektor peternakan ayam. Dengan demikian, peternakan ayam hanya dikuasai oleh "pemain-pemain" besar dan ini berbahaya. "Kalau jumlah pemainnya sedikit, mereka bisa mengatur harga dan itu berpotensi kartel," ujar Ridho.