Ia menyebut mayoritas bank di Indonesia menyalurkan dana ke dalam bentuk pinjaman sekitar 60 persen, lalu obligasi pemerintah serta korporasi sejumlah 14 persen dari total portfolio.
“Penggunaan dana perbankan di Indonesia relatif terdiversifikasi dengan baik. Berbeda dengan SVB yang asetnya terkonsentrasi pada portofolio jangka panjang, mayoritas bank di Indonesia menyalurkan dananya ke dalam bentuk pinjaman sekitar 60 persen, diikuti corporate bonds dan goverment bonds yang porsinya mencapai 14 persen dari portofolionya,” kata Riefky di Jakarta, Kamis.
Likuiditas perekonomian tercermin dari jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2), yang tumbuh masing-masing sebesar 4,8 persen dan 6,2 persen pada Maret 2023.
Selain itu, rasio kecukupan modal atau Capital Adequancy Ratio (CAR) perbankan Indonesia tercatat 26 persen serta masih menunjukkan adanya tren peningkatan beberapa bulan terakhir.
Lebih lanjut, Riefky menjelaskan rasio pinjaman terhadap simpanan atau Loan Deposit Ratio (LDR) Indonesia juga berada di angka sekitar 80 persen.
“Kemudian kita lihat Loan Deposit Ratio kita ini juga mendekati level di pre-pandemi yang sekitar 80 persen, jadi beberapa indikator yang kita lihat sejauh ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas dan kualitas aset di perbankan Indonesia relatif cukup well maintined dan manageable,” ujar Reifky.
Komposisi aset jangka panjang perbankan Indonesia saat ini juga dinilai masih aman.
Reifky lanjut menerangkan, jika bank berinvestasi terlalu banyak pada aset jangka panjang, seperti obligasi, perbankan akan berpotensi menghadapi masalah likuiditas jika harus menjual aset tersebut dengan cepat untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Baca juga: Pengamat sebut Mahfud MD potensial jadi bakal cawapres Ganjar
Oleh karena itu, meskipun aset jangka panjang seperti dapat menjadi bagian penting dari portofolio investasi perbankan, bank-bank di Indonesia perlu menyeimbangkan investasi jangka panjang mereka dengan kebutuhan likuiditas jangka pendek serta persyaratan peraturan.