Ombudsman menemukan masalah PPDB SMA dan MA di NTB

id PPDB di NTB,PPDB NTB,PPDB,PPDB SMA,PPDB MA,Ombudsman NTB

Ombudsman menemukan masalah PPDB SMA dan MA di NTB

Kantor Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB). (ANTARA/Nur Imansyah).



"Masyarakat masih memfavoritkan beberapa sekolah sehingga menggunakan berbagai cara agar dapat diterima oleh sekolah yang diinginkan, antara lain mengubah alamat KK menjadi lebih dekat dengan sekolah yang dituju dengan cara meminjam alamat orang lain, mengubah status anak kandung dalam KK.

"Karena ada ketentuan PPDB yang memprioritaskan anak kandung dibandingkan cucu dan famili, dan perubahan periode terbitnya KK yang diatur seolah-olah telah terbit terlebih dahulu satu tahun lamanya," jelasnya.

Berdasarkan temuan tersebut, pihaknya telah menindaklanjuti dengan berkoordinasi ke dinas pendidikan maupun pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian permasalahan dengan menindaklanjuti keluhan masyarakat.

Terkait permasalahan siswa yang belum diterima di sekolah-sekolah, pihaknya melihat seperti di Dinas Pendidikan NTB, setelah pengumuman mulai dihubungi sejumlah orang tua yang anaknya belum mendapatkan sekolah atau bermasalah dengan zonasi-nya, sehingga dicarikan solusi untuk didistribusikan ke sejumlah sekolah dengan memperhatikan jarak serta opsi penambahan kelas atau rombel.

Sementara terkait permasalahan seragam sebelumnya pihaknya juga sudah mengingatkan terkait larangan penjualan seragam oleh pendidik, tenaga pendidik dan Komite Sekolah. Bahkan sudah jelas dinas melarang penjualan seragam, akan tetapi masih terjadi dengan modus berbeda, sehingga harus jadi perhatian Dinas Pendidikan dan Kanwil Kemenag, karena sudah jelas larangan penjualan seragam apalagi dijadikan syarat daftar ulang karena bertentangan dengan Pasal 181 dan Pasal 189 Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

"Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan dan dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan," terangnya.

Selain itu penjualan seragam sekolah ini bertentangan dengan Pasal 13 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 50 tahun 2022 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

"Dalam pengadaan pakaian seragam sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan/atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali peserta didik untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan/atau penerimaan peserta didik baru," katanya.