Jampidum setujui penghentian penuntutan tiga perkara di Kepulauan Kepri

id Keadilan restoratif,kepri, kepulauan riau, kejati kepri

Jampidum setujui penghentian penuntutan tiga perkara di Kepulauan Kepri

Plh. Wakil Kepala Kejati Kepri, Tengku Firdaus (tengah) menyampaikan penghentian tiga perkara tindak pidana melalui keadilan restoratif di kantor Kejati Kepri, Tanjungpinang, Jumat (1/12/2023). (ANTARA/HO-Penkum Kejati Kepri)

Tanjungpinang (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penghentian penuntutan tiga perkara berdasarkan penerapan keadilan restoratif di Kepulauan Riau.

"Permohonan pengajuan terhadap tiga perkara tindak pidana untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI," kata Plh Wakil Kepala Kejati Kepri, Tengku Firdaus di Tanjungpinang, Sabtu.

Firdaus merinci ketiga perkara tindak pidana dimaksud, yaitu dua perkara di wilayah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Natuna, atas nama tersangka RF, terlibat kasus pencurian melanggar Primer Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP Subsider Pasal 362 KUHP dan tersangka ER yang terlibat kasus penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP atau Pasal 351 Ayat (1).

"Sedangkan satu perkara lainnya di wilayah Kejaksaan Kabupaten Karimun, atas nama tersangka AF, terlibat kasus kekerasan penghapusan rumah tangga yang melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) UU Nomorn23 Tahun 2004 tentang PKDRT," ungkap Firdaus.

Ia menjelaskan bahwa penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif bertujuan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.

Kebijakan itu merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. 

"Melalui kebijakan keadilan restoratif ini, diharapkan tak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Meskipun demikian, perlu juga digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana," katanya menegaskan.

Baca juga: Kejati Sulsel menetapkan tersangka baru korupsi PT SI
Baca juga: Kejati NTB mengawal proyek jalan nasional di Lombok Utara Rp280 miliar


Firdaus turut menginstruksikan Kepala Kejari Natuna dan Kejari Karimun untuk memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.