Senator Minta Pemerintah Pertimbangkan Wacana Moratorium PRT ke Malaysia

id Moratorium PRT

Senator Minta Pemerintah Pertimbangkan Wacana Moratorium PRT ke Malaysia

Anggota DPD daerah pemilihan NTB Hj Baiq Diyah Ratu Ganefi. (Foto Antaranews NTB/ist)

Rencana penghentian penempatan asisten rumah tangga ke Malaysia harus dipertimbangkan apa dampak negatif dan positifnya
Mataram (Antaranews NTB) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Nusa Tenggara Barat Hj Baiq Diyah Ratu Ganefi meminta pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang wacana moratorium penempatan tenaga kerja wanita sebagai pembantu rumah tangga ke Malaysia.

"Rencana penghentian penempatan asisten rumah tangga ke Malaysia harus dipertimbangkan apa dampak negatif dan positifnya," kata Senator DPD Hj Baiq Diyah Ratu Ganefi.

Moratorium bisa menjadi kebijakan tegas Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Malaysia atas penyiksaan oleh majikan yang menyebabkan meninggalnya Adelina Lisio (28), salah seorang TKW asal Nusa Tenggara Timur.

Namun menurut perempuan yang akrab disapa Diyah ini, penghentian penempatan asisten rumah tangga tersebut bisa memicu munculnya TKW ilegal ke Malaysia. Apalagi, pemerintah belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi kaum perempuan.

"Fakta itu sudah terjadi ketika diberlakukannya moratorium penempatan asisten rumah tangga ke negara-negara di kawasan Timur Tengah. Sampai saat ini, masih banyak yang berangkat secara ilegal," ujarnya.

Menurut dia, jika memang harus menghentikan penempatan asisten rumah tangga ke Malaysia, maka semua perangkat untuk mendukung kebijakan tersebut harus sudah siap. Sehingga tidak ada celah bagi oknum yang ingin memasukkan TKW secara ilegal ke Negeri Jiran tersebut.

Pemerintah pusat dan daerah, lanjut Diyah, juga harus mampu menyiapkan peluang kerja bagi kaum perempuan yang tidak memiliki pendidikan tinggi dan keahlian khusus, sehingga tidak berpikir menjadi TKW ilegal. Apalagi sampai meninggalkan anaknya di kampung halaman.

Misalnya, pemerintah daerah di NTB, menyiapkan peluang kerja dengan adanya produksi jagung yang melimpah. Sebab, NTB merupakan salah satu penyumbang TKI/TKW terbesar ke Malaysia.

"NTB juga punya bandara internasional. Mungkin ada peluang kerja yang lebih besar bagi kaum perempuan. Ada juga sumber daya alam lainnya yang bisa menyerap tenaga kerja banyak. Tapi memang sepertinya pemerintah daerah kurang peduli dengan itu," kata Diyah mengkritisi.

Lebih lanjut, ia mengatakan jika ternyata moratorium tidak jadi diterapkan, maka pemerintah harus melakukan pembenahan proses seleksi calon TKI/TKW yang akan diberangkatkan ke luar negeri.

Mereka yang akan diberangkatkan harus benar-benar memiliki keahlian, meskipun hanya sebagai asisten rumah tangga. Dengan begitu, kaum perempuan yang menjadi pahlawan devisa tidak akan diperlakukan semena-mena oleh majikan.

Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) juga harus membekali calon TKI/TKW yang akan diberangkatkan mengenai bahasa, budaya dan adat istiadat masyarakat di negara yang akan dituju.

"Pemerintah Indonesia-Malaysia juga harus membuat perjanjian terkait tenaga kerja bidang apa dibutuhkan. Dan bagaimana upaya perlindungan selama dalam masa kontrak bekerja," kata Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Wilayah NTB ini.  (*)