Mataram (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Daerah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tuntas melakukan kajian dan analisa penggabungan atau merger beberapa sekolah dasar (SD) agar lebih efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi penyelenggaraan pendidikan.
"Kajian penggabungan beberapa SD sudah selesai kita lakukan, dan hasilnya merger sekolah itu bisa dilaksanakan," kata Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kota Mataram Dr H Mansur di Mataram, Jumat.
Menurutnya, hasil kajian dari Brida itu akan diserahkan untuk dibahas di forum yang lebih tinggi melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pendidikan dan pemerhati pendidikan di Kota Mataram.
"Tugas kami sudah selesai untuk mengkaji merger satuan pendidikan dan intinya memungkinkan dilaksanakan," katanya.
Baca juga: Kota Mataram kaji penggabungan sekolah kekurangan siswa
Dalam kajiannya, tambah Mansur, dibahas juga tentang implementasi Peraturan Wali Kota (Perwal) terkait zonasi sekolah yang dinilai perlu ditinjau lebih lanjut.
Misalnya dulunya ada komplek perumahan yang ada satuan pendidikannya, tetapi sekarang para pemilik rumah di kawasan itu sudah tua dan tidak mungkin punya anak usia sekolah untuk tahun ajaran sekarang.
"Oleh karena itu perlu pembaharuan dengan memperluas zonasi sekolah," katanya.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram Yusuf Zain mengatakan kajian penggabungan beberapa SD tersebut telah diusulkan sejak tahun 2023.
Penggabungan atau merger sejumlah SD dilakukan terhadap sekolah yang kekurangan siswa baru dalam kegiatan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2023/2024.
Sebab, tahun lalu beberapa SD dengan siswa baru di bawah 10 anak, seperti SDN 31 yang berada di sekitar Karang Sukun, SDN 12 Pagesangan, dan SDN 35 di Pagutan.
Menurutnya, rendahnya siswa yang masuk di sekolah tersebut dipicu karena beberapa faktor di antaranya untuk di SDN 31 disebabkan tidak adanya anak usia sekolah dasar yang ada di lingkungan tersebut.
"SDN 31 ini berada di kawasan komplek perkantoran dan pertokoan sehingga anak usia SD yang masuk di situ tidak ada," katanya.
Sementara kasus di SDN 35 Pagutan terjadi karena akses jalan menuju sekolah tersebut sudah ditutup, sehingga anak-anak di kawasan Pagutan-Karang Genteng memilih bersekolah di tempat lain.
Bahkan, pihaknya sudah koordinasi dengan lurah untuk membuka akses jalan dengan merobohkan tembok tersebut. Namun pihak lurah tidak berani karena faktor keamanan.
"Pihak kelurahan khawatir jika akses dibuka, konflik antarwarga Pagutan dan Karang Genteng terjadi lagi," katanya.
Terkait dengan itulah, lanjut Yusuf, merger untuk sejumlah SD dengan murid sedikit berpeluang dilakukan ke sekolah-sekolah terdekat yang memiliki rombongan belajar cukup.