Pangkalan Kerinci (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional periode 2016-2019 Bambang Brodjonegoro menilai perusahaan Indonesia kurang berminat terhadap penelitian, sehingga banyak periset RI memilih bekerja di luar negeri.
"Di Indonesia, minat perusahaan untuk melakukan riset dan pengembangan (R&D) itu sangat terbatas, belum banyak. Mereka (perusahaan) lebih suka menggunakan teknologi yang sudah ada," kata Bambang Brodjonegoro pada kegiatan Tanoto Scholars Gathering (TSG) 2024 di Pangkalan Kerinci, Riau, Minggu (28/7).
Alasan tersebut membuat kepindahan para periset RI ke luar negeri, menjadi sebuah hal yang wajar.
Masalah tentang peneliti Indonesia yang berbondong-bondong menjadi diaspora, sebenarnya bukan isu baru. Persoalan itu juga sempat ramai mengemuka pada 2009. Kendati demikian, menurut Bambang, kondisi tersebut sampai saat ini masih bergulir dan belum teratasi.
Menteri Keuangan pada 2014-2016 menilai berbagai pihak perlu bekerja sama mencari solusi terkait "kabur-nya" peneliti RI. Apalagi, saat ini ada target visi Indonesia Emas pada 2045.
"Barangkali dari pemerintah perlu memberikan anggaran atau dukungan yang lebih besar kepada kegiatan riset dan pengembangan. Kepada perusahaan juga diberi insentif," tutur Bambang.
Baca juga: Peneliti mengungkap dampak indeks dolar AS bila Trump menjadi presiden
Baca juga: Akademisi ISBI Bandung: Atlet olahraga perlu pendampingan psikologi
Pemerintah juga dianggap perlu menghadirkan variasi pekerjaan bagi peneliti.
"Jadi tidak hanya terbatas bekerja di instansi pemerintah untuk penelitian, atau di universitas. Karena yang saya lihat di luar negeri banyak yang hidupnya cukup bagus saat menjadi peneliti di perusahaan swasta," jelas Bambang.